Pernahkah Anda membeli sesuatu karena senang dengan penjualnya? Atau pernahkan Anda tidak mau membeli juga karena penjualnya?
Berapa sering itu terjadi?
Banyak orang membeli produk BodyShop karena secara emosional tersentuh dengan campaign-nya: Againts domestic violence dan againts animal testing. Kemudian, baru melihat ke produknya: apakah cukup berkualitas? apakah cukup “cool” kemasannya? Lalu melihat harga apakah sesuai dengan budget ataukah kemahalan?
Demikian juga ketika membeli gadget. Banyak orang yang membeli gadget karena pertama pertimbangan dekat dengan merek-nya. Cukup banyak orang yang membeli produk dari Apple karena begitu menyentuhnya kisah Steve Job baik saat mengelola Apple maupun saat launching produk barunya. “They fall in love with Apple! And that’s is for a sentimental reason.”
Iklan-iklan yang sukses pun, kalau Anda perhatikan, selalu mengemas pesan emosional secara tepat mendampingi faktor fungsional produknya. Contoh, iklan Ponds sukses setelah diformat ulang dengan memasukkan lagu ADA band berjudul Karena Wanita Ingin Dimengerti lengkap dengan adegan pertengkaran sepasang kekasih yang berakhir dengan pengertian.
Iklan-iklan yang sukses pun, kalau Anda perhatikan, selalu mengemas pesan emosional secara tepat mendampingi faktor fungsional produknya. Contoh, iklan Ponds sukses setelah diformat ulang dengan memasukkan lagu ADA band berjudul Karena Wanita Ingin Dimengerti lengkap dengan adegan pertengkaran sepasang kekasih yang berakhir dengan pengertian.
Saya tidak mengatakan functional benefit tidak penting. Namun, yang menjadi dasar pertimbangan awal pelanggan membeli sebuah produk sering kali bukan fungsionalnya namun karena faktor emosional. Pertama kali secara emosional, konsumen tertarik dengan produk (sensing). Kedua baru manfaat produk secara fungsional menjustifikasi ketertarikan itu.
Dalam panggung politik pun tidak terkecuali. Kemampuan seorang calon presiden untuk menarik simpati rakyat merupakan faktor penentu kesuksesannya. Contohnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pintar membaca situasi dan menggunakan simpati dan empati untuk menarik perhatian rakyatnya. Saking pintarnya menarik hati rakyat, media menjuluki pendekatan politik SBY sebagai “politik pencitraan”. Apapun pendapat orang, yang jelas pendekatan SBY mengena di hati rakyat. Ini bukti bahwa di banyak segi: People Buy for A Sentimental Reason!
Jadi apa dampak perubahan ini pada strategi penjualan?
Penjual yang sukses di saat ini dan di masa datang adalah penjual yang sadar akan kekuatan faktor emosi, lalu mendayagunakannya untuk meningkatkan efektivitas penjualan. Caranya dengan membangun rasa empati dan simpati dengan pelanggan, sehingga terjadi ikatan emosi antara pembeli dengan penjual, antara produk dengan pelanggan, dan antara perusahaan dengan pelanggan.
Jika simpati ada di hati pelanggan, penjualan tidak akan lagi menjadi aktivitas yang sulit. Asal emotional content tersebut didukung kualitas produk yang bisa dipertanggungjawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar