Rabu, 29 Februari 2012

Salesman Bukan Cowboy, Jangan Nembak Langsung

Meskipun Anda telah memilih prospek yang benar, telah mendapatkan informasi tentang kebutuhan dan keinginan prospek, dan telah menawarkan solusi terbaik, namun bukan berarti closing akan otomatis terjadi. Masih ada satu tahapan yang harus dikelola, apa itu? Tidak lain adalah mengatasi penolakan penjualan (handling objection).

Closing baru akan terjadi jika penolakan prospek bisa Anda jawab atau Anda atasi dengan baik sehingga dalam diri prospek tidak ada sedikit keraguan pun untuk segera take action: membeli!
Pernahkah Bapak/Ibu sekalian mencoba bungy jumping? Ketakutan pelanggan melakukan eksekusi pembelian mirip dengan ketakutan Anda saat mau meloncat bungy jumping.

Meskipun sang instruktur bungy jumping telah meyakinkan kita bahwa semua prosedur telah di-cek dan aman—berat badan ditimbang, tali diukur, ikatan diperiksa, alat keselamatan dipasang, namun tetap saja kita gemetar ketika akan melompat. Padahal setelah melompat yang kita khawatirkan semua hilang, yang ada hanyalah kesenangan.

Begitu juga prospek, ketika hendak mengeksekusi pembelian muncul 1001 ketakutan di benaknya. Padahal setelah closing dengan kita dan menikmati barang dan jasanya kekhawatiran itu tidak terbukti. Nah, tugas seorang penjual adalah menjawab penolakan itu dengan solusi yang terbaik.
Penolakan pelanggan biasanya hanya berkutat pada beberapa faktor antara lain: masalah harga (“terlalu mahal, nggak punya duit”), tidak bisa membuat keputusan (“diskusi dulu dengan istri”), atau belum butuh  (“bagus sich produknya tapi nanti lah kalo saya dah butuh”).

Jika kita telah tahu penolakan prospek akan berkisar pada masalah itu, seharusnya hal itu bisa diantisiapasi dengan cara melatih para penjual cara mengatasi handling objection tersebut. 
Tahapannya, pertama, kita harus menginventarisasi seluruh keberatan yang pernah dialami, lalu mengkategorikannya satu persatu. Lalu mendiskusikan cara terbaik menjawab keraguan dan memberikan solusi atas keberatan itu. Setelah formulanya disepakati, langkah selanjutnya tentu saja harus dieksekusi dengan melatih diri sehingga ketika penolakan itu datang, reaksi fisik maupun emosi kita tetap stabil dan bisa memberikan jawaban yang tepat.

Do not shoot from the hip ! Jangan pernah menembak langsung dari pinggang seperti di film cowboy. Menembak langsung dari pinggang ala cowboy hanya ada di film. Pada prakteknya tidak bisa seperti itu. Lebih banyak melesetnya daripada kenanya. Proses yang benar adalah , ready…. aim …. and fire!

Sales Motivations

Selasa, 28 Februari 2012

Makin Sehat, Makin Hebat Penjualan. Ga Percaya?


Men sana In Corpore Sano. Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat! Semakin banyak kita bergerak, semakin kita merasa bersemangat, dan semakin lebih hidup. Seperti slogan sebuah iklan rokok: “Membuat hidup lebih hidup.”

Sebaliknya, jika kita malas menggerakkan badan, maka semangat pun ikut terpengaruh, badan menjadi lesu dan motivasi menurun.  Contoh, ketika seseorang sedang sedih, depresi, dan frustasi, maka ia akan terlihat kurang bersemangat, bergerak lebih lamban, dan berbicara lebih pelan. Sikap tubuhnya pun berubah. Jika depresinya tergolong berat, napasnya menjadi pendek-pendek. Emosi mempengaruhi gerakan seseorang. Emotion creates motion.

Sebaliknya seseorang yang emosinya positif, gerakan tubuhnya akan lebih cepat dan dinamis. Seperti ketika striker sepak bola mencetak gol, maka dia akan berlari, meluncur, melompat salto, berputar-putar—sangat lincah sekali. Pertanyaannya  apakah hubungan ini bisa dibalik: Gerakan tubuh positif menimbulkan emosi positif?

Coba lakukan gerakan berikut: Tengadahkan tangan dengan posisi terbuka, bahu dibuka lebar, pandangan menatap lurus ke depan dan bernapaslah panjang. Apa yang Anda rasakan?
Kalau posisi tubuh Anda benar dan konsentrasi, posisi tubuh seperti itu akan membuat Anda merasa gagah (percaya diri), ringan-lepas dari beban, rileks, dan optimis. Ini bukti ternyata kondisi emosi juga dipengaruhi oleh sikap tubuh dan gerakan tubuh kita. Jadi selain emosi mempengaruhi gerakan, ternyata gerakan juga mempengaruhi emosi kita.

Sebagai manusia biasa, sulit bagi kita untuk seratus persen lepas dari emosi negatif: tidak marah, tidak sedih, dan frustasi. Namun dengan bantuan gerakan tubuh tertentu, emosi negatif bisa dikendalikan. Melakukan olah raga rutin merupakan salah satu resep membuat kondisi emosi kita senantiasa optimal.

Lewat olah raga, seseorang bisa melepaskan kekesalan dan ketidakpuasan. Ketika berolah raga tubuh mengeluarkan hormon endorphin, sejenis morphin yang menimbulkan efek tenang, fokus, dan bergembira. Melayang seperti pengaruh ekstasi tapi positif. Inilah mengapa orang yang rutin berolah raga akan merasa kecanduan, jika tidak berolah raga badan terasa lemas, dan tidak bersemangat.

Semakin kecanduan maka kita akan semakin bergerak lebih banyak, semakin dinamis sehingga emosi menjadi stabil. Hanya dengan bekal lebih banyak bergerak, berolah raga secara teratur, kita bisa selangkah lebih maju dari pesaing. Dengan bekal olah raga, emosi senantiasa berada pada kondisi puncak, semangat kerja terjaga, dan puncak kesuksesan berada di tangan. 

Oleh karena itu, bagi para penjual yang sering “angin-anginan” semangatnya, saran saya berolahragalah secara teratur, jenisnya bisa dipilih sesuai minat. Bagi yang suka jogging lakukan 30 menit setiap hari, lima menit pemanasan, 20 menit berlari kecil, dan pendinginan lima menit sebagai modal memulai bekerja.

Tips ini kelihatan sepele, namun percayalah inilah aktivitas para juara sejati. George Bush selalu menyempatkan jogging. Demikian juga perdana menteri Israel Ehmud Olbert. Gus Dur, ketika menjadi presiden juga gemar berjalan pagi mengelilingi istana selama 30 menit. Presiden SBY juga melakukannya. Men sana in corpore sano !

Sales Motivations

Rabu, 22 Februari 2012

Lima Kompetensi yang Dibutuhkan Dunia Riset Pemasaran

Trend apa sebenarnya yang sedang bergulir di dunia riset. Adakah temuan baru di bidang ini yang akan menjadi dunia riset pada masa depan. Artikel ini dirangkum berdasarkan presentasi Hasanuddin Ali, Researcher yang juga tokoh Nahdiyin.

Dalam setiap pertemuan asosiasi riset sering mengemuka bahwa perkembangan kompetensi riset sangat lambat. Dari sisi keilmuan belum ada perkembangan yang signifikan. Ada lima pandangan mengenai riset yang muncul dari pakarnya. Mereka berbicara mengenai kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia riset.

Pertama pandangan dari Niels Schillewaert, Co-Founder and Manging Partner Insites Consulting. Menurut dia ada tiga tahapan dari dunia riset yakni:,
1.      Design and Data Generation : Artinya adalah progress dunia riset sangat lambat, dari dulu teknik mengambil data melalui metode kualitatif dan kuantitatif.  Baru belakangan muncul ethnography, neuroscience dan sebagainya.

2.      Technical and Analytical Understanding: Lalu kemudian terjadi perkembangan mengapa researcher butuh skill dan tools.  Seorang researcher ketika bertemu klien bukan hanya dihadapkan pada problem tetapi juga metodologi. Sehingga muncul kreativitas mau memakai metodologi yang mana. Juga dihadapkan pada statistical analysis yang mana. Sebanyak 80 persen analysis paling banyak deskriptif, sisanya scaling dan sebagainya. Itu karena kebutuhan klien.

3.      Consultative Research:  Kebanyakan riset itu tercerabut dari konteksnya. Orang riset ahli dalam analisa, tetapi dalam membumikan bahasa riset masih susah. Karena itu dibutuhkan multimedia yang powerful sehingga bahasa riset harus bisa diterima klien.


Kedua dari Tom De Ruyck, Senior R&D manager Insites Consulting mengatakan, sudah saatnya harus ada partnership antara riset agency  dan klien atau co-creation.  Makanya di perusahaan-perusahaan besar, researcher itu masuk sampai ke R&D.
Menurut dia juga, di riset itu ada dua pola, satu generalis dan dua specialis. Sudah saatnya kita membuat orang-orang yang tahu segala hal. Sehingga problem itu bisa ditarik dengan berbagai metodologi yang ada.

Ketiga dari Dr David Smith, Director of DVL Smith Ltd: Market Research adalah gabungan dari berbagai ilmu. Karena dari berbagai disiplin ilmu,  dia ingin ada yang menjadi key concept. Peran dari keilmuan yang lebih soft seperti psikology, sociologi, dan neuroscience sangat penting. Karena itu peran dari High Tech dan High Touch sangat penting.

Keempat dari David Mc callum, Managing partner at Gordon & McCallum mengatakan kita dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, kita harus mampu mendefinisikan marketing problem dan deliver right insight. Kedua  kita dihadapkan pada pilihan teknik. Analisis teks dan neuroscience semakin penting. Metodologi terbaru dari sisi teknologi juga sangat penting.

Kelima dari Sherri Neuwirth, SVP at M/A/R/C Research. Menurut dia ada dua pilihan yakni  Active Research Approach (Conventional Research)  dan Passive Research Approach (Online Research). Yang aktif itu, researcher yang bertanya dan yang pasif itu researcher yang mendengarkan responden. Kedua pilihan itu penting dilakukan secara simultan. Selain FGD dan wawancara tatap muka researcher juga perlu menggunakan social media untuk melakukan riset dan monitoring.

Apapun metode yang dipakai, kunci utamanya terletak pada researcher, apakah dia bisa menyelesaikan problem yang ada lewat riset.  

Berdasarkan kelima pandangan itu ada empat tahapan dalam Marketing Research Process, yakni Research Design, Data Collection, Data Processing dan Data Analysis. Masing-masing tahapan memiliki point penting sesuai dengan kebutuhan klien. Dan berdasarkan kondisi yang ada, satu decade mendatang, pekerjaan yang paling sexy adalah statisticians.

Selasa, 21 Februari 2012

The Black Swan: Melihat Fenomena Terselubung

Mengapa ada angsa hitam, bukankah pada umumnya angsa adalah putih.

Kemunculan angsa hitam atau Black Swan menggambarkan bahwa selama ini pemikiran kita fokus pada hal-hal yang umum dan belum bisa menerima hal yang mustahil. Kita mencari informasi untuk menjelaskan apa yang sudah diketahui, tetapi bukan untuk mencari apa yang belum diketahui. Karena kondisi itulah kita sulit menemukan Black Swan.

Black Swan adalah sebuah kejadian acak yang sangat mustahil dengan tiga karakter dasar yakni, tidak bisa diprediksi, membawa dampak yang sangat besar, dan setelah terjadi kita membuat penjelasan atas kejadian tersebut bahkan lebih lengkap dari perkiraan sebelumnya.

Keberhasilan yang gemilang dari Google seperti sekarang ini adalah Black Swan. Orang tidak mengira Google akan sesukses seperti sekarang. Bahkan orang juga tidak pernah memprediksi Google begitu berpengaruh dalam dunia teknologi dan informatika.

Demikian pula kejadian 9/11. Sebelumnya tidak ada orang yang memprediksi bencana besar tersebut akan terjadi. Sehingga sebagai negara super power, Amerika Serikat kecolongan dengan hancurnya menara kembar WTC. Dan ketika bencana itu telah merenggut banyak nyawa, muncul prediksi yang menjelaskan kejadian mengerikan tersebut.

Menurut sang penulis buku, Nassim Nicholas Taleb, The Black Swan adalah kejadian acak yang mendasari hampir semua kejadian di dunia ini mulai dari kebangkitan agama sampai aktivitas yang terjadi dalam kehidupan pribadi manusia. Karena itu Black Swan seharusnya bisa diendus.

Tapi sayangnya mengapa penomena Black Swan tersebut tidak bisa terlihat sampai terjadi peristiwa sebenarnya. Jawabnya menurut Taleb karena manusia kerapkali sulit menemukan hal-hal yang spesifik, ketika mereka harus fokus kepada masalah yang general. Hal itu terjadi karena pembelajaran yang diperoleh dari pengamatan dan pengalaman sangat terbatas.

Sebagian besar orang senang mencari informasi dan penjelasan untuk menegaskan dan menjelaskan apa yang sudah mereka ketahui. Sangat jarang dari mereka melakukan pembelajaran untuk menegaskan apa yang tidak mereka ketahui. Kebanyakan orang terlalu lemah untuk menyederhanakan,  merencanakan dan mengkategorisai hal-hal yang dianggap mustahil. Kita juga kerap tidak menghargai pandangan orang-orang terhadap sesuatu yang mustahil. Kondisi itulah yang membuat mereka terhalang menemukan Black Swan.

Selama bertahun-tahun, Taleb telah belajar bagaimana kita membodohi diri sendiri ke dalam pemikiran yang kita tahu lebih dari yang kita lakukan. Kita kerap membatasi pikiran kita untuk hal-hal yang tidak relevant dan ngawur. Sementara kejadian-kejadian besar datang secara mengejutkan meski kejadian tersebut sebelumnya tidak masuk dalam pikiran  dan perkiraan kita. Taleb mengajarkan kita untuk melihat Black Swan dan bagaimana mengambil peluang darinya.

Nassim Nicholas Taleb adalah esais sastra, sekaligus empiris, pialang, yang juga mengabdikan hidupnya untuk mendalami masalah keberuntungan, ketidakpastian, probabilitas, dan pengetahuan. Ia dilahirkan di Lebanon dari keluarga Yunani Ortodoks.


Mari Berbisnis Secara Terbuka

Bisnis yang mengandalkan sistem tertutup, akan terjungkal oleh gelombang pemain baru yang lincah dan cerdik karena memanfaatkan kecerdasan kolektif banyak orang. Bukan saatnya lagi perusahaan menutup diri dari masukan brilian orang-orang di luar perusahaan.

Kita sedang menghadapi era collaborasi massa yang menjadi sumber keunggulan baru dalam berbisnis. Di era seperti itu perusahaan yang kecil dan cerdas akan mampu mengalahkan perusahaan besar yang menggunakan sistem bisnis tertutup. Teknologi Internet mampu menghasilkan ribuan ide dan gagasan segar bagi perusahaan yang mau menyerap masukan dari para  “pakar” yang beada di luar struktur perusahan.

Tanpa perlu mengeluarkan biaya riset yang besar, perusahaan bisa memperoleh ide dalam pengembangan usaha dan produk. Wikipedia, yang hanya berpegawai lima orang, dapat menyajikan lebih dari satu juta lema (entry) dalam bahasa Inggris dan 92 bahasa lainnya–sepuluh kali lebih besar dari volume Encyclopedia Britannica. Itu pula sebabnya, Google bermetamorfosis dari mesin pencari menjadi perusahaan iklan terbesar dunia menggeser posisi Microsoft.

Bersama Menjadi Juara
Don Tapscott and Anthony D Williams dalam bukunya Wikinomics mengutarakan, perusahaan yang monolitik, tertutup dan berfokus ke dalam akan mati dalam persaingan. Persaingan tidak lagi dapat dimenangkan dengan hanya menggantungkan diri pada kemampuan internal dan kerjasama sedikit orang.

Dalam buku itu disebutkan bagaimana perusahaan penambangan emas bernama Goldcorp Inc. yang berbasis di Kanada berhasil bangkit setelah nyaris bangkrut berkat masukan dari banyak orang.
Dalam rapat internal, sang CEO Rob McEwen mengumumkan kepada seluruh ahli geologinya untuk menggali semua informasi ladang mereka sejak 1948 dan menyebarkannya secara bebas melalui Internet.  Tujuannya mendapat masukan dari ahli geologi dunia mengenai identifikasi ladang-ladang produktif dengan kompensasi imbalan menarik. Ribuan masukan diterima dan Goldcorp berhasil menemukan cadangan baru berdasarkan masukan itu. Berkat temuan baru itu perusahaan kemudian berkembang pesat dan selamat dari kebangkrutan.

Hal itu menjadi fenomena luar biasa, karena umumnya perusahaan pertambangan mempertahankan data ladangnya secara rahasia. Inilah fenomena Internet dewasa ini, karena dalam dunia wikinomics dituntut keterbukaan (openness), kerja sama (peering), berbagi (sharing), dan bertindak global (acting globally). Bila satu dari empat hal ini tidak dipenuhi, hasil yang diharapkan tidak akan tercapai.

Selain bagi perusahaan, era collaborasi massa juga bemanfaat bagi individu yang aktif terlibat di dalamnya. Werner Mueller, ahli kimia yang bekerja di Hoechst Celanese sebagai salah satu contoh individu yang berhasil menikmati aktivitasnya di Internet. Saat pensiun dari perusahaannya ia melakukan hal yang dia sukai yakni penelitian. Suatu hari sebuah perusahaan farmasi memerlukan rancangan produk baru untuk dipasarkan. Gagasan sangat diperlukan dan perusahaan itu mem-posting masalahnya di InnoCentive sebuah portal colaborasi untuk menuangkan dan mencari gagasan. Gagasan yang diterima perusahaan akan diberikan insentif. Werner berpartisipasi dalam portal tersebut dan dia berhasil sehingga berhak mendapatkan imbalan US$ 25,000. Dengan cara seperti ini dia bisa hidup berkecukupan.

Apapun jenis bisnis yang Anda geluti,  jadikan dunia luar sebagai litbang, lalu fokuskan sumberdaya internal untuk mengintegrasikan manfaatnya. Perusahaan harus berperan sebagai portal inovasi dan magnet yang menarik bagi para ahli. Bila teknologi di era collaborasi massa membuat usaha menjadi lebih baik mengapa kita tidak menggunakannya.

Senin, 20 Februari 2012

Bimbinglah Pelanggan Anda dengan Tulus


Ketika pergi ke restoran seringkali kita bertanya ke waiters: “Menu apa yang enak di restoran ini?” Demikian juga ketika membeli baju, kita bertanya kepada penjualnya: “Cocok tidak baju yang saya pilih ini, model dan warnanya?”

Pertanyaan demikian termasuk retoris—kita sudah tahu jawabannya. Meskipun demikian, tetap saja kita suka melakukannya karena kadang bisa dipakai untuk mengetes tingkat kompetensi penjual. Kalau jawaban penjual memuaskan kita akan melanjutkan ke pembelian, tapi kalau tidak, barangkali kita tidak jadi membeli.

Sudah menjadi sifatnya jika manusia senang dibimbing dan ingin dibimbing, apalagi jika bimbingan itu mengarah ke kebaikan. Membeli sendiri adalah masalah (problem) karena sebelum membeli kita melewati proses belajar dari mulai menentukan kebutuhan, kemudian jenis produk, lalu brand, lalu harga, dan lain sebagainya. Apalagi dengan hadirnya puluhan merek dalam satu kategori di modern market seperti Carrefour atau Giant, aktivitas membeli bukannya menjadi aktivitas yang menyenangkan namun menjadi aktivitas yang memusingkan kepala.

Dengan kondisi demikian, pembeli pada dasarnya akan feel good jika ada penjual yang bisa membimbingnya memutuskan pembelian, meskipun pada akhirnya penjual tentu mengarahkan penjelasannya ke atribut produk yang menjadi USP-nya (Unique Selling Point).

Untuk bisa mengarahkan pembelian, seorang penjual harus diposisikan sebagai pemimpin. Oleh karenanya, ia harus memiliki tabungan kepercayaan (rapport) dari para pembeli sehingga penjelasan dan rekomendasinya kredibel.

Penjual yang sukses adalah penjual yang sadar akan informasi dan pengetahuan baru.  Ingat, para prinsipnya orang akan rela dipimpin oleh orang lain jika orang lain tersebut memiliki kelebihan (power). Jaman dulu, yang dijadikan pemimpin adalah orang yang fisiknya paling prima. Sedangkan sekarang yang dianggap pemimpin adalah orang yang memiliki pengetahuan, kebijaksanaan, konsistensi, dan yang paling penting niat baik.

Penjual yang bisa memimpin pembelian adalah penjual yang mempunyai pengetahuan dan menguasai informasi lebih banyak daripada prospek. Dengan demikian kita bisa memberikan solusi, memberikan pertimbangan, dan menjelaskan dasar pengambilan keputusan.

Selain itu penjual yang bisa memimpin pembelian adalah penjual yang bisa bersikap dan mengambil risiko untuk merekomendasikan keputusan, meskipun keputusan itu kadang tidak populer.

SALES MOTIVATIONS

Falling in Love with Your Customer

Saya pernah kedatangan seorang penjual mesin fotocopy yang menawarkan produknya kepada saya.  Selama hampir setengah jam atau lebih, yang saya dengar darinya kehebatan mesin tersebut: irit, tajam hasil kopiannya, dan lain sebagainya.

Sebenarnya dalam hati saya ingin berteriak, “I don’t care! emangnya gue pikirin!” Karena yang saya butuhkan solusi bukan  fitur fitur yang ada di kotak besar itu.  Yang saya perhatikan adalah cara mesin itu meningkatkan efisiensi bisnis secara keseluruhan,  bagaimana sebenarnya peran  fotokopi itu untuk memudahkan bisnis, membuatnya lebih berkembang, lebih mendatangkan pelangggan, dan seterusnya.

Artinya, yang saya butuhkan adalah customer focus! We are not selling a matras, we are selling a good sleep! Begitu kata sebuah iklan kasur pegas. Saya tidak butuh fitur yang saya butuhkan adalah solusi.

Oleh karena itu, seharusnya sebelum jatuh cinta ke produk, seorang penjual harus jatuh cinta kepada pelanggan terlebih  dahulu. Kesalahan terbesar para penjual adalah terlalu terobsesi ke produk. Jadi tidak heran saat menjual mereka selalu menonjolkan functional benefit produk dan tidak peduli pada masalah pelanggan.  Penawaran yang dipresentasikan ke prospek  hanya ingin menegaskan bahwa “kecapnya nomor satu.”


Center of attention dari penjual adalah meningkatkan kesejahteraan pelanggan, melalui aktivitas, proses, produk, dan jasa  yang kita sediakan.  Bukan hanya berusaha menonjolkan kelebihan produk dan service kita dari sisi features dan functional benefit.

Mulai sekarang kita sebagai penjual harus mengubah cara pandang dari: Apa yang harus saya katakan agar prospek mau membeli?  Menjadi: Apa yang bisa saya berikan untuk pelanggan sehingga mereka puas? 

Kita berusaha menjadi value generator yang senantiasa memberikan nilai tambah dengan senantiasa memperbaiki diri.  Continuous and Never Ending Improvement!

sales motivations

Sabtu, 18 Februari 2012

Senjata Dahsyat Itu Bernama Empati


Kalau terus menerus melatih sensitivitas emosi, kemungkinan kita akan bisa merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan pelanggan. Inilah yang disebut empati.

Empati adalah senjata yang dahsyat. Jika benar-benar bisa berempati, maka kita menjadi satu dengan prospek. Kita tahu apa kebutuhannya, kita merasakan apa yang dikuatirkannya, dan kita menjiwai keberatan-keberatannya. Bukankah itu akan membuat kita lebih efektif dalam memberikan penawaran (offer), membangun rapport, handling objections dan closing the deal.

Membangun empati artinya kita mengatakan pada diri kita, “Saya merasakan apa yang orang lain rasakan, dan saya mengerti permasalahannya”. I feel the way you feel, I understand what your problems are and  Let me help you.

Contohnya, saya paham bahwa setiap debitur yang mengajukan kredit ke bank akan marah jika dibiarkan menggantung—tidak mendapatkan keputusan secepatnya. Oleh karenanya, kemudian saya membuat prosedur standar untuk memproses pengajuan kredit diantaranya: 1 hari menemui pelanggan, 3 hari kelengkapan dokumen, dan 2-3 hari persetujuan kredit. Standar waktu pemrosesan kredit ini berguna untuk menciptakan harapan kualitas di benak pelanggan yang memudahkan sebuah bank untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Standar pelayanan lain terus saya bangun yang membuat penawaran bank saya lebih baik daripada pesaing. 

Kalau kita tidak senang antri, kemungkinan besar orang lain juga tidak senang mengantri. Solusinya tentu saja kita harus memikirkan cara agar dalam SOP servis kita orang tidak perlu mengantri, atau kalaupun harus mengantri telah disediakan perlakukan khusus sehingga orang tidak bosan mengantri. Misalnya dengan menyediakan buku-buku bacaan, film, dan musik.

Bukankah dengan cara sederhana ini saja, kita bisa lebih menyenangkan pelanggan  kita? Bukankah dengan terus menerus berempati, kita secara tidak langsung menyempurnakan produk dan layanan? Bukankah dengan demikian kita telah committed to excellence? Bukankah pada akhirnya kita bisa menciptakan keunggulan kompetitif dibandingkan dengan para kompetitor?


Alkisah saya berkunjung ke sebuah perusahaan saat jam makan siang. Setelah masuk, saya dipersilahkan menunggu karena petugas yang sedianya akan melayani saya sedang istirahat siang. Terpaksa saya membuang waktu untuk menunggu. Seandainya perusahaan ini berempati, tentunya dia tidak akan membiarkan pelanggan setianya menunggu terlalu lama. dia akan membuat jam kerja gilir sehingga tetap ada petugas yang melayani meskipun telah masuk jam makan siang.

Hal-hal sederhana seperti ini sebenarnya tidak terlalu sulit dilakukan namun jarang yang menghayati dan mau konsisten melakukannya. Padahal jika konsisten dengan empati, hal-hal yang sepintas kelihatannya sederhana ini akan menjadi sumber diferensiasi yang kokoh bagi sebuah perusahaan.


Proses selanjutnya adalah cara penjual menjawab semua keberatan, keragu-raguan yang ada dalam diri pelanggan. Ketika melakukan proses di atas berarti kita telah melatih empati kita. Jika kita fokus dan terus menerus mencoba menjawab keberatan dan keragu-raguan pelanggan, maka sebenarnya kita telah berada di jalan yang benar—senantiasa membangun nilai tambah.

Banyak diantara kita yang tidak bisa mengartikulasikan perasaannya. Mereka menginginkan sesuatu, mereka merasakan sesuatu, mereka keberatan akan sesuatu, tetapi tidak bisa berkata apa-apa. It is a silent majority!

Ketika kita berempati, merasakan apa-apa yang tidak terucapkan. Mengerti permasalahan yang tidak terekspose. We can read between the line!
sales motivations

Jumat, 10 Februari 2012

Ketika Kapolri Timur Pradopo Galau


Kalau boleh jujur, sebenarnya suara Kapolri Jenderal Pol Timor Pradopo tidak merdu-merdu amat. Serak-serak basah, atau lebih tepatnya nge-bass. Namun karena lagu yang dinyanyikannya sedang hot di kalangan anak muda, dan band yang mengiringinya benar-benar piawai, Bhayangkara Wind Orchestra, lagu Kehilangan-nya Firman Idol terdengar renyah di kuping para hadirin, yakni para  pengusaha, perwira menengah dan tinggi  yang hadir di acara Jakarta CMO Club di Mabes Polri beberapa hari lalu.

Tidak ada protes dari para pendengar. Bukan karena mereka takut yang menyanyi Kapolri. Tetapi yang muncul adalah tepuk tangan dan rasa kagum. Karena Timor Pradopo menyanyi dengan hati dan perasaan. Meski pun lagu itu merupakan satu-satunya lagu yang bisa ia nyanyikan. Bahkan jika disuruh milih, antara lari dan nanyi, ia akan memilih lari. Namun menyanyi itu ia lakukan demi hubungan yang baik antara tuan rumah dan tamu.

Lagu berjudul Kehilangan merupakan ungkapan galau Timor Pradopo. Jika Firman menyanyikan lagu tersebut karena ia menyesal kehilangan kekasihnya dan ingin kembali mengulang kisah cinta yang lama. Beda dengan Kapolri Timur Pradopo. Ia galau karena tidak ingin kebersamaan dengan tamunya para pengusaha segera berakhir. Dan ia ingin lagu itu menjadi kenangan manis para hadirin ketika pulang ke tempat masing-masing.

Mengutip kata-kata Plato, menurut Timur Pradopo, maju tidaknya suatu negara karena tiga unsur, yakni cendekiawan, militer (polisi) dan pengusaha. Jika polisi dan pengusaha bersinergi dengan baik, maka negara bisa maju.  “Karena Polri memiliki kewajiban untuk melindungi dunia usaha di Indonesia agar bisa berbisnis dengan aman dan bisa bersaing di dunia internasional,” papar Timur.

“Sejujurnya, ku tak bisa
Hidup tanpa ada kamu aku gila
Seandainya kamu bisa
Mengulang kembali lagi cinta kita
Takkan ku sia-siakan kamu lagi”