Senin, 07 Mei 2012

It is Never Ability, It is Always Motivation



”Bukan masalah tidak bisa, tapi apakah kamu memang punya keinginan, “

Itu merupakan kalimat terkenal yang diucapkan oleh Anthony Robbins, motivator dan penulis buku Unlimited Power. Menurutnya, dalam keadaan apapun kita harus selalu menjaga faktor emosi dalam kondisi yang baik.  

Tingkat emosi seseorang menentukan cara berpikir, cara merasa, dan cara bertindak. Jika emosinya positif maka tindakannya akan positif. Demikian juga sebaliknya, jika emosinya negatif tindakannya pun akan negatif. Karena itu, sangat penting bagi kita menyadari dan mengendalikan emosi. Jika kita konsisten menjaga tingkat emosi pada level positif, kita akan terdorong untuk melakukan tindakan dan keputusan positif yang mendukung kesuksesan.

Emosi merupakan kaca mata yang dipakai seseorang untuk merasakan keberadaan dunia dan mengartikan kejadian-kejadian yang menimpa hidupnya. “There is no meaning in life except the meaning we give it,” kata Anthony Robbbin. Kitalah yang mengartikan sebuah kejadian. Jadi, bisa dibilang pola emosi merupakan awal dari pemahaman terhadap segala sesuatu.

Menurut Anthony Emosi merupakan gabungan dari cara berkomunikasi dengan diri sendiri (internal communication) dan fisiologi tubuh. Komunikasi internal mencakup fokus dan perkataan. Sedangkan fisiologi berkaitan dengan posisi tubuh, misalnya cara berdiri (tegak atau membungkuk), cara bernafas, aliran darah, denyut jantung dan sebagainya. Ketika seseorang dilanda depresi, fokusnya akan memusat pada suatu hal, memercayai sesuatu dan melakukan komunikasi internal (bicara sendiri) diikuti dengan respon gerakan tubuh tertentu, misal menggoyang-goyangkan kaki, menggaruk kepala, dan sejenisnya.

Pernahkah Anda mengalami sesuatu kejadian yang mengecewakan, misalnya ditinggal kekasih. Bagaimana fokus Anda ketika menghadapi kejadian itu? Pertama yang muncul pasti bayangan negatif tentang perselingkuhan yang dilakukan pacar Anda, kebohongannya, ketidakpeduliannya, dan egoisnya selama ini. Itulah yang dinamakan fokus.

Setelah fokus kita teracuni oleh prasangka negatif, mulailah kita berkata-kata negatif/mengumpat misalnya: “Inilah akhir dunia.”

Fokus dan perkataan negatif akhirnya akan membuat fisiologis kita terganggu seperti: Jalan mondar-mandir, garuk-garuk kepala, muka kusam, selera makan hilang atau rambut rontok.

Lain lagi fokus, perkataan, dan fisiologis kita ketika merasakan kebahagiaan misalnya, ketika lulus kuliah dengan predikat cum laude.  Saat nama kita dipanggil dalam acara wisuda yang besar sebagai salah satu lulusan terbaik, apa yang terjadi dengan diri kita?

Fokus yang muncul di pikiran pastilah positif, misalnya optimisme bakal sukses, diterima bekerja perusahaan terbaik, bergaji besar, dan bahagia. Dengan fokus yang positif, perkataan yang keluar dari mulut juga positif, misalnya: Bersyukur, yes, hebat atau top. Dengan fokus dan perkataan positif, fisiologis kita juga terdorong mengambil sikap positif misalnya: berjalan tegap, tersenyum, matanya bersinar, dan membusungkan dada.

Ada hubungan yang erat antara kondisi emosi manusia dengan fokus, perkataan, dan fisiologisnya. Oleh karena itu, menjaga kondisi emosi agar senantiasa berada di level positif sangatlah penting.

Dengan memahami hubungan yang erat antara kondisi emosi dengan fokus, perkataan dan fisiologi, seseorang diharapkan bisa “memanipulasi” kondisi emosinya. Caranya, dengan memengaruhi fokus, perkataan, dan gerakan tubuh.

Dalam kontek bisnis, tugas mengubah fokus, perkataan, dan fisilogis tubuh ini menjadi tugas pemimpin. Seorang manajer bertanggungjawab mendorong terbentuknya fokus, perkataan, dan fisiologis bawahan senantiasa berada di tingkat optimal. Karena dengan bekal tingkat emosi tim optimal, seorang manajer penjualan akan mampu memastikan 80 persen dari target penjualannya bakal tercapai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar