Peta persaingan bisnis koran di Jawa Tengah cukup seru. Di provinsi ini, lebih dari tiga koran dari kelompok penerbit besar mengisi pasar suratkabar harian. Kendati Suara Merdeka masih menjadi pemimpin pasar di Semarang dan sekitarnya, namun pemain lain mencoba meraih untung di kota atau kabupaten di luar ibukota provinsi.
Di ibukota provinsi dan sekitarnya popularitas merek Suara Merdeka tidak bisa diragukan lagi. Koran ini selama bertahun-tahun telah menjadi pemimpin pasar di Jawa Tengah, karena berhasil meraih jumlah pembaca dan pengiklan terbanyak di wilayah tersebut.
Namun di sejumlah kota dan kabupaten di sana, sebagai pemimpin pasar Suara Merdeka tampaknya tidak berjalan sendirian. Eksistensi Suara Merdeka di sejumlah daerah tingkat dua di provinsi itu mulai didampingi pemain lain yang tidak bisa dipandang remeh.
Koran milik kelompok Jawa Pos dan Bisnis Indonesia misalnya turut menjadi pemain utama di sejumlah kabupaten atau kotamadya. Koran-koran tersebut berhasil menggarap pasar suratkabar harian di kota-kota pinggiran yang selama ini relatif dikuasai Suara Merdeka. Di daerah Tegal dan sekitarnya hadir Radar Tegal yang lahir dari koran induknya, Radar Cirebon. Koran yang masuk dalam kelompok Jawa Pos ini juga melahirkan Radar Indramayu dan Radar Pekalongan.
Ketika masuk ke daerah eks Karesidenan Surakarta seperti Solo, koran Solopos masih menguasai pasar kota tersebut. Koran milik kelompok Bisnis Indonesia ini telah menjadi ikon kota Solo. Nielsen Media Research mencatat jumlah perolehan iklan Solopos pada 2006 sebesar 21.167 spot, angka tersebut lebih tinggi dari perolehan iklan Suara Merdeka (15.606 spot).
Solopos juga sukses menggarap komunitasnya. Sejak 2001, Solopos menggelar riset Solo Customer Satisfaction Index (SCSI) di kota Solo dan sekitarnya. Riset ini memperlihatkan, brand-brand yang sukses di kota Solo dan sekitarnya baik dalam hal popularitas, market share dan kepuasan pelanggan. Tak bisa dipungkiri bahwa kesuksesan merek-merek tersebut di sana berkat berkat promosi yang gencar di media massa, khususnya media massa lokal. Solopos berupaya menyakinkan konstituennya, berpromosi itu perlu agar merek tetap hidup dan terjaga di benak khalayak sasarannya.
Pasar Tetap Tumbuh
Kendati Suara Merdeka menjadi pemain lama dan pemimpin pasar, namun pasar suratkabar di daerah tingkat dua di Jawa Tengah tetap tumbuh dan menerima kehadiran pemain baru. Di kota Tegal dan sekitarnya seperti Brebes, Pekalongan, Kendal dan Pemalang, Radar Tegal cukup berhasil mengelola pasar. Dengan oplah 42 ribu eksemplar, koran yang baru berusia enam tahun ini berhasil diterima masyarakatnya.
Guna menjaga keberadaannya, Radar Tegal mengikat komunitasnya dengan rubrikasi dan kegiatan off air. Radar Tegal memiliki rubrik “Daerah” dan “Madani” yang isinya berupa peristiwa dan potret keberhasilan kota Tegal dan sekitarnya yang diulas secara mendalam. Di luar itu Radar Tegal juga memiliki rubrik “Ekbis”, “Olahraga Nasional” dan “Kreasi”.
Koran ini juga berhasil membangun komunitas yang dikenal dengan “Rembug Kampung”. Setiap kegiatan warga di kota tersebut dibantu Radar Tegal dan beritanya dimasukkan dalam koran ini. Misalnya ketika warga kampung ingin membangun gapura atau mengadakan peringatan kemerdekaan RI, Radar Tegal membantu mencari sponsor dan memuat berita tersebut.
Menurut Dirut Radar Tegal, Yanto Utomo kegiatan-kegiatan off air yang dilakukan Radar Tegal itu tidak bisa dijangkau Suara Merdeka secara optimal. Masyarakat di kota tersebut jauh dari perhatian Suara Merdeka karena lokasinya yang jauh dari kantor pusat mereka. Di kota-kota perifer seperti itu, Suara Merdeka hanya memiliki perwakilan atau kontributor, sementara Radar Tegal membangun kantor pusat. ”Kami bisa lebih dekat dengan masyarakat tersebut,” papar Yanto.
Apa yang dikatakan Yanto ada benarnya. Radar Tegal yang lahir pada tahun 2000, kini bisa membangun kantor baru, berupa gedung dua tingkat di atas tanah seluas 1.000 meter persegi dengan nama Graha Pena Radar Tegal. Ketika lahir, koran yang terbit 20 halaman setiap harinya ini dicetak di percetakan milik Radar Cirebon, kini memiliki percetakan sendiri. Bahkan setiap bulan target pendapatan iklannya sebesar Rp 350 juta bisa dipenuhi.
Ia menilai, pasar koran di daerah tingkat dua tetap tumbuh. Kendati sudah ada pemain lama namun jika digarap dengan baik, koran di daerah tingkat dua akan tetap hidup dan berkembang. Hanya saja, yang perlu dilihat adalah kondisi daerah dan pertumbuhan ekonominya.
“Pertumbuhan ekonomi Tegal memang tidak sebagus Cirebon, tapi koran kami tetap hidup di dua kota tersebut. Sesuai dengan pertumbuhan ekonomi kota, pendapatan Radar Cirebon dua kali lebih besar dari pendapatan Radar Tegal,” bebernya.
Bukan Koran Kotamadya
Sebagai pemain lama sekaligus pemimpin pasar, Suara Merdeka harus terus inovatif dalam mempertahankan supremasinya. Jika tidak, pasar Suara Merdeka di kota pinggiran akan digerus pemain lain yang sama kuatnya dari sisi bisnis dan pengalaman mengelola suratkabar. Kendati bermain di tingkat kotamadya, koran-koran tersebut terbilang sukses dan bisa mengelola komunitasnya dengan baik.
Melihat peta persuratkabaran di Jawa Tengah seperti itu Kukrit Suryo Wicaksono, Managing Director Suara Merdeka mengutarakan, kondisi tersebut menuntut kepiawaian Suara Merdeka menempatkan diri. Selama ini positioning Suara Merdeka adalah korannya Jawa Tengah, koran yang berbasis di wilayah provinsi bukan kabupaten atau kota. Posisi Suara Merdeka tidak pas dengan semangat otonomi daerah yang berbasis kabupaten atau kota.
Ia menambahkan, positioning sangat terkait dengan segmentasi dan diferensiasi. Korannya Jawa Tengah itulah diferensiasi dan segmentasi Suara Merdeka di tengah-tengah semangat otonomi daerah. Semboyan sebagai perekat komunitas Jawa Tengah justru memperkuat bendera Suara Merdeka ketika yang lain mengarah ke kabupaten dan kotamadya. “Kita membuat orang Magelang kenyang informasi tentang Jawa Tengah, juga membuat orang Purwokerto menikmati kabar baru dari wilayah lain di propinsi ini dan seterusnya,” papar Kukrit.
Ia menambahkan, kompetisi yang sehat justru melahirkan inovasi-inovasi baru. Tanpa kompetisi hidup tidak berkembang. ”Adanya kompetitor membuat kita semakin tahu apa kekurangannya dan kita berharap ke depan akan menjadi lebih baik,” paparnya.
Untuk mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar, Suara Merdeka menurut alumnus San Diego University of California ini senantiasa membuat adanya suatu kepercayaan antara pembaca dan pihaknya. Suara Merdeka adalah koran yang dipercaya masyarakat Jawa Tengah. “Kedepan Suara Merdeka harus terus bisa menjadi bagian masyarakat Jawa Tengah dari berbagai sisi, seperti politik, ekonomi dan lain-lain,” ujarnya.
Dalam upaya mendekatkan merek dengan khalayak sasaran, Suara Merdeka menggelar kegiatan off air dengan konsep part of solution bukan part of problem. Suara Merdeka harus bisa menjadi menjadi mediator yang baik untuk semua kalangan sehingga muncul solusi bermanfaat. Karena itu program off air yang digelar bukan sekadar promosi, tetapi langsung bersentuhan dengan masyarakat banyak dan melibatkan semua elemen.
Tidak mudah untuk mempertahankan posisi sebagai pemimpin pasar. Banyak pemain lain yang juga berupaya menyabet predikat tersebut. Namun pada akhirnya kompetisi yang sehat bermanfaat bagi semua khalayak. Penerbit akan terus-menerus meningkatkan mutu produk, sementara pembaca dan pengiklan akan mendapatkan produk yang lebih baik dari sebelumnya. atajudin nur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar