Lembaga penyiaran publik di sejumlah negara maju di Asia Pasifik sukses mengelola medianya, terutama televisi. Keberuntungan yang dialami ABC (Australian Broadcasting Corporation) di Australia dan NHK (Nippon Hoso Kyokai) di Jepang tampaknya belum terjadi di TVRI, televisi publik di Indonesia.
Semestinya di tiap negara, televisi publik bisa hidup dan berkembang dengan baik. Televisi publik adalah milik segenap masyarakat dengan jangkauan luas ke seantero negeri yang dibiayai negara melalui Undang-undang (Toby Mendel 2000).
Meski didukung negara dan rakyatnya namun televisi publik bersifat mandiri. Ia harus bebas dari kepentingan negara maupun kepentingan komersial, sehingga bisa menampilkan program yang baik dan inovatif sesuai kebutuhan publiknya. Dengan begitu televisi publik menjadi idaman setiap masyarakat.
Dengan ketersediaan dana operasional dan jangkauan siar yang luas, televisi publik harusnya mampu mengalahkan televisi swasta. Australia dan Jepang adalah contoh negara di Asia Pasifik yang sukses mengelola televisi publik. Sementara di Indonesia ketatnya persaingan dengan televisi swasta, membuat TVRI tak mampu mengimbanginya dari sisi bisnis dan program.
Dana yang tersedia membuat lembaga penyiaran publik di Australia berkarya dengan baik. Melalui Undang-undang Korporasi Penyiaran Australia (UU ABC) pemerintah mengucurkan dana operasional untuk televisi dan radio ABC sebesar 80 persen. Sisanya 20 persen datang dari kegiatannya sendiri. Untuk menutupi kekurangannya itu ABC menerbitkan majalah dan juga mengelola jaringan toko ABC yang menjual buku-buku dan rekaman audio/video yang berkaitan dengan program-programnya.
UU juga memberikan tanggungjawab kepada ABC untuk membuat program mandiri yang inovatif untuk menarik banyak pemirsa serta program khusus sebagai suatu bentuk layanan publik. Selain berita, ABC memiliki program hiburan seperti musik dan drama.
Sedangkan program khusus yang disyaratkan adalah program penyiaran yang menjaga indentitas nasional, informatif, menghibur serta mencerminkan kemajemukan budaya dari komunitas Australia. Dengan keragaman program televisi publik ini digemari beragam khalayak dan tidak ditinggali pemirsanya.
Meski dibiayai UU, namun tidak selamanya uang yang datang ke kantong perusahaan mengalir dengan lancar. Pada April 1997, direksi ABC mengumumkan secara terbuka permintaan kepada pemerintah untuk membuat komitmen yang pasti dalam memberikan dana. Bila ketidakpastian pendanaan terus berlangsung, dewan direksi tidak segan-segan untuk melakukan penghematan termasuk di dalamnya pengurangan produksi program berita dan program yang berhubungan dengan Australia secara keseluruhan. Direksi juga mengancam akan menutup stasiun radio regionalnya.
Ancaman yang dilontarkan direksi ini memperlihatkan kemandirian ABC dalam mengelola medianya tergantung pada realita dana yang tersedia. Namun begitu, profesionalitas yang dibangun ABC membuat lembaga penyiaran publik ini berani menekan pemerintah untuk menghasilkan program yang baik bagi masyarakatnya. Sesuatu yang sulit terjadi di lembaga penyiaran publik di negeri bernama Indonesia.
Selain ABC lembaga penyiaran publik lain di Australia adalah SBS (Special Broadcasting Service Corporation). ABC memberikan layanan dan informasi siaran yang bersifat umum baik sementara SBS memberikan layanan khusus, yakni pemenuhan kebutuhan siaran bagi populasi Australia yang majemuk. Kedua badan itu memiliki kemandirian dalam sisi kreatif dan editorial.
Pada mulanya, ABC adalah lembaga penyiaran publik yang didirikan pada 1932 sebagai sebuah jaringan radio dan kemudian meluas serta melakukan diversifikasi usaha ke dalam berbagai media siaran seperti televisi, cetak, radio dan media online. Undang-undang sempat membolehkan ABC mencari dana dari iklan, namun kemudian peraturan itu dibatalkan sebelum diberlakukan.
TV Publik Jepang
Lembaga penyiaran publik Jepang NHK didirikan pada 1926 dari stasiun radio yang berbasis di ibu kota, Radio Tokyo. NHK memulai jasa siaran televisi hitam putih pada tahun 1953 dan menyiarkan siaran berwarna pada tahun 1960. Kini NHK tumbuh menjadi organisasi penyiaran publik terbaik di dunia dengan total billing lebih dari 625 miliar yen atau sekitar US$ 6 miliar pada 1999.
NHK merupakan perusahaan pertama yang memperkenalkan penyiaran iklan ke televisi Jepang, tetapi kini dibiayai oleh iuran penonton. Menurut Undang-undang Penyiaran "Hōsō Hō" penduduk Jepang yang memiliki televisi diwajibkan membayar iuran sekitar US$ 12 setiap bulan. Namun, undang-undang tersebut tidak menyebut hukuman yang dikenakan jika iuran tidak dilunaskan.
Di dalam negeri, NHK mengoperasikan lima televisi nasional dan tiga radio nasional. Untuk siaran luar negeri, lembaga penyiaran publik ini memiliki NHK World TV, NHK World Premium dan NHK World Radio Japan.
Dari lima televisi nasional, NHK mengoperasikan dua layanan televisi terestrial yakni televisi dengan segmen umum dan televisi dengan segmen pendidikan serta tiga televisi berlangganan. Televisi NHK bersegmen umum menghadirkan program berita yang berimbang, pendidikan, kebudayaan dan hiburan dengan komposisi sekitar 41 persen berita, 19 persen pendidikan, 29 persen kebudayaan dan 11 persen hiburan. Televisi pendidikan memiliki program pendidikan (80%) dan kebudayaan (20%).
Sementara tiga televisi lainnya memberikan layanan TV berlangganan dengan pemirsa lebih dari sembilan juta orang. NHK DBS-1 memfokuskan diri pada program berita, dokumentasi dan olahraga, NHK DBS-2 lebih ke arah seni hiburan dan kebudayaan. NHK Hi-Vision merupakan layanan suara dan gambar berkualitas tinggi yang mulai beroperasi pada 1994.
Selain musik, humor dan film dokumenter, NHK juga menayangkan program drama dan film samurai. Oshin adalah judul sekaligus tokoh utama film seri Jepang yang disiarkan TVRI pada 1980-an dan digemari penonton televisi di 59 negara lain di dunia. Film ini adalah hasil racikan NHK dan Japan Foundation.
Program ramalan cuaca di NHK pagi hari juga digemari pemirsa di Jepang. Program ini sangat membantu masyarakat untuk menghadapi cuaca yang akan terjadi di siang hari. Dengan ramalan inilah orang Jepang memutuskan untuk membawa payung atau tidak ketika pergi ke kantor atau tempat lainnya. Dengan TV digital yang saat ini sedang marak di sana, pengecekan cuaca bisa dilakukan setiap saat hanya dengan menekan tombol ramalan cuaca pada remote control.
Kondisi TV Publik Indonesia
Kondisi yang terjadi di dua negara tersebut tidak terjadi di Indonesia. Televisi publik di Indonesia, TVRI yang pada Agustus 2007 berusia 45 tahun bukannya untung dan berhasil mengembangkan media massa lainnya, tetapi hidup dengan beragam persoalan dan masalah. Padahal bagi industri televisi usia tersebut cukup matang dan seharusnya mampu memberi keuntungan bagi segenap konstituennya.
Setelah munculnya stasiun televisi swasta pada 1990 ada cukup banyak persoalan yang dihadapi televisi “plat merah” ini. Program TVRI kalah bersaing dengan televisi swasta sehingga ditinggali pemirsanya. Dengan beragam alasan televisi swasta enggan menyisihkan 12,5 persen dari hasil pendapatan iklannya ke TVRI. Ketika berupaya merebut kue iklan TVRI kalah bersaing dengan televisi swasta karena rating programnya kecil.
AGB Nielsen Media Research mencatat rating program TVRI untuk semua umur di sembilan kota yang diriset jauh di bawah rating televisi swasta. Pada minggu terakhir Juni 2007, rating TVRI dibawah satu persen dan share-nya tiga persen. Orbit adalah program tertinggi di TVRI dengan rating 0,7 dan share dua persen.
Sementara televisi swasta lain seperti RCTI, SCTV, TPI dan Indosiar pada saat yang bersamaan memiliki rating di atas 6,8 persen dengan share mencapai 22,6 persen. Program yang memiliki rating tertinggi di RCTI adalah Candy (7,7), di TPI program Si Entong (7,2) dan di Indosiar acara Mamamia Superdut (7,6).
Hal yang menyedihkan juga terjadi untuk perolehan iklan TVRI. Pada kuartal pertama 2007 iklannya sebesar satu persen. Sementara stasiun lainnya cukup tinggi seperti RCTI dan Trans TV masing-masing 14%, serta SCTV dan Trans 7 yang masing-masing meraih 12% dari perolehan iklan televisi nasional.
Beberapa waktu lalu, segenap karyawan TVRI mendesak direksi TVRI mundur dari jabatan karena dinilai gagal mengelola televisi publik ini. Persoalan tersebut sampai dibahas anggota parlemen di gedung DPR yang menilai direksi TVRI tidak mampu meningkatkan kinerja lembaga tersebut. Di dalam rapat, sejumlah anggota Komisi I DPR mempertanyakan kinerja TVRI yang hanya melakukan "re-run" atau siaran ulang program-program lama sebanyak 80 persen.
Ada baiknya direksi TVRI belajar dari keberhasilan televisi publik lain seperi ABC dan NHK. TVRI yang memiliki stasiun relai sekitar 390 buah, harus segera berbenah menjadi lebih baik. Direksi dan pengelola harus bisa mengemas program yang unik dan menarik sehingga TVRI mampu bersaing dengan televisi swasta. Atajudin Nur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar