SEBUAH EVALUASI AWAL
Pertanyaannya, apakah perubahan struktural ini sudah membawa perbaikan nyata dalam praktiknya?
Dari indikator yang tersedia, jawabannya akan ada kemajuan, namun jauh dari sempurna.
Berikut ulasannya.
Soal Antrean Panjang
Salah satu persoalan kronis yang terus dikeluhkan jamaah haji Indonesia adalah lamanya masa tunggu antrean untuk berangkat. Menurut data publik, beberapa daerah masih mencatat masa tunggu hingga 40 tahun.
Dalam kerangka Kemenhaj, terdapat rencana pembaruan sistem antrean. Masa tunggu haji yang selama ini bisa mencapai 40 tahun akan dipangkas. Ada rencana, antrean di seluruh provinsi disamaratakan menjadi rata-rata 26 tahun.
Hal itu merupakan langkah yang signifikan secara simbolik. Dan untuk pertama kali sistem antrean dibahas dengan target “pemerataan” lantaran selama ini disparitas antara satu daerah dengan daerah lain sangat besar.
Namun, apakah kebijakan tersebut akan
berlaku penuh dalam satu musim atau selamanya. Selain itu, ketika kebijakan berubah (misal
pemerataan antrean), penting diperhatikan agar jamaah yang sudah mendaftar lama
tidak dirugikan.
Biaya Haji Masih Jadi Tantangan Besar
Biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) selalu menjadi sorotan. Karena bagi banyak calon jamaah di Indonesia merasakan biaya ini cukup memberatkan.
Untuk musim haji reguler 2025,
pemerintah menetapkan BPIH sebesar ± Rp 89,41 juta per jamaah. Dari angka tersebut, bagian yang dibayar
langsung oleh jamaah (Biaya Perjalanan Ibadah Haji – Bipih) adalah ± Rp 55,43 juta, sedangkan sisanya ± Rp
33,98 juta berasal dari nilai manfaat dana haji.
Untuk BPIH 2026, pemerintah mengusulkan rata-rata Rp 88,409,365.45 (turun sekitar Rp 1 juta dibanding tahun sebelumnya). Dari angka tersebut, jamaah dibebankan rata-rata Rp 54,924,000.
Memang terdapat penurunan biaya haji untuk 2026 dibanding sebelumnya. Namun, walaupun angka biaya sedikit turun, besaran biaya masih sangat besar bagi banyak calon jamaah. Juga, penurunan hanya sedikit (± Rp 1 juta dari total Rp 89 juta). Dengan demikian, meskipun ada perbaikan, tingkat beban biaya tetap sangat signifikan dan masih menjadi tantangan besar.
Layanan Publik dan Program Inisiasi Baru
Perbaikan layanan haji dan umrah
sudah mulai disebut: “pemerintah memperbaiki sistem antrean dan kualitas
pelayanan haji Indonesia agar bisa menjadi percontohan dunia.” Program seperti
pusat layanan terpadu haji dan umrah (PLHUT) mulai muncul di daerah-daerah
untuk memperkuat layanan.
Sementara Dari aspek regulasi pembentukan Kementerian Haji sendiri membuka kesempatan untuk fokus lebih besar terhadap urusan haji dan umrah. Kementerian ini diharapkan tidak hanya mengorkestrasi sejumlah lembaga atau institusi terkait pelayanan haji dan umroh, tetapi menjadi garda tedepan dalam pemberian layanan publik terbaik kepada jamaah.
Inisiatif tersebut jelas merupakan langkah positif antara lain dengan memberikan perhatian khusus kepada layanan, data, pemerataan antrean, dan kapasitas daerah. Namun, karena masih tahap awal, belum semua program bisa dinilai “berhasil” secara menyeluruh. Implementasi tetap menghadapi tantangan: kapasitas daerah, pendanaan, koordinasi antara pusat-daerah, dan regulasi yang harus diperkuat.
Pembentukan Kementerian Haji dan Umroh adalah langkah strategis yang tepat dan menunjukkan komitmen negara untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Indikator-indIkator awal menunjukkan adanya perbaikan: sistem antrean yang disamaratakan, sedikit penurunan biaya, layanan publik mulai diperkuat.
Namun, reformasi sejati baru akan terlihat jika perubahan itu terasa secara nyata oleh jutaan calon jamaah haji dalam bentuk antrean yang lebih pendek, biaya yang lebih terjangkau, dan layanan yang lebih mulus dan profesional.
Sejauh ini ada harapan, ada
kemajuan, tetapi masih banyak pekerjaan rumah. Jika Kemenhaj mampu
menjaga konsistensi dan memperkuat implementasi, maka transformasi ini tidak
hanya akan menjadi perubahan struktur tetapi perubahan substansial yang
dirasakan oleh umat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar