Senin, 04 Februari 2013

Pasar Ben Thanh, Bukan Pasar Beringharjo

Banyak orang bilang, Vietnam negara yang penduduknya langsing-langsing karena sering minum teh hijau dan makan buah-buahan, memiliki tempat wisata yang eksotis. Di sana ada wisata perang, wisata malam, dan wisata belanja yang murah meriah.  Murah meriah karena kebanyakan kualitas produk yang dijual dibawah standar, dan mata uang Vietnam lebih rendah dari Indonesia.

Begitulah kesan yang saya terima sesaat setelah mendarat di bandar udara Tan Son Nat, Ho Chi Minh City beberapa waktu lalu. Saya datang bersama rombongan media dan travel biro yang diboyong Air Asia, saat pembukaan rute langsung Jakarta Ho Chi Minh City.

Selain tempat wisatanya, kedatangan saya ke Vietnam cukup berkesan. Karena salah satu teman yang masa berlaku paspornya kurang dari enam bulan, bisa lolos pemeriksaan petugas imigrasi baik di Jakarta maupun di Ho Chi Minh City.  Memang sempat terjadi dialog antara petugas imigrasi di Bandara Soekarno Hatta dengan teman tadi, namun karena kami datang dalam rombongan perusahaan penerbangan, maka petugas imigrasi membolehkan teman tersebut masuk ke area keberangkatan. Petugas tersebut berpesan, “setelah sampai Jakarta harus paspor kamu harus diperpanjang ya.”

Cerita tentang wisata perang di Vietnam seperti terowongan Cuci, telah saya tulis dalam blog ini sebelumnya. Sekarang giliran saya bercerita tentang Pasar Ben Thanh, tempat wisata belanja di Ho Chi Minh City yang sudah popular ke se antero jagad.

Pasar Ben Thanh terletak di Distrik 1, salah satu distrik elit di kota Ho Chi Minh City. Mengapa elit, karena di Distrik 1 banyak berdiri gedung perkantoran dan hotel berbintang, hotel bintang lima. Jadi jika wisatawan menginap di kawasan Distrik 1, mereka tinggal jalan kaki ke Pasar Ben Thanh.

Pasar Ben Thanh adalah pasar tradisional terbesar di Ho Chi Minh City. Bentuk bangunan kuno yang unik menjadi daya tarik bagi para fotografer untuk mengambil gambar. Pasar  ini berbentuk persegi yang panjang sisinya kurang lebih 200 meter. Didalam pasar terdapat banyak barang dagangan mulai dari kain, kaos, perabot rumah tangga,  bahan makanan, sampai souvenir.

Jika Anda berkunjung ke Ho Chi Minh City, hukumnya wajib mengunjungi pasar ini, selain mengamati “wisata malam” yang penuh sensasi. Pasar buka mulai jam 10 pagi sampai jam 6 sore. Di malam hari, aktivitas pasar dilanjutkan di jalanan di samping bangunan pasar. Sampai jam dua malam, Anda akan tetap menemukan berbagai macam dagangan di pasar malam Ben Thanh. Barang dagangan yang digelar malam hari sama dengan pagi dan sore hari.

Selama beberapa hari saya di Vietnam, lebih dari tiga kali saya masuk dan berbelanja ke Pasar Ben Thanh. Selain murah meriah, suasana Pasar Ben Thanh sama seperti Pasar Beringharjo Yogyakarta. Selain agak mepet-mepet posisi barang dagangannya, kualitas barang dagangan yang ada dalam Pasar Ben Thanh, tidak jauh beda dengan barang dagangan di Pasar Beringharjo. Hanya saja masing-masing pasar memiliki souvenir lokal, yang tidak bisa ditemukan di masing-masing negara.

Bedanya lagi, di Pasar Ben Thanh Anda harus menawar setelah Anda memegang barang dagangan. Tidak jadi beli tidak mengapa, asalkan Anda harus menunjukkan rasa hormat dengan menawar barang yang sudah Anda pegang. Jika tidak, pedagang di sana akan marah-marah dalam bahasa Vietnam yang artinya mungkin kita tidak tahu.

Sedangkan di Pasar Beringharjo, mau beli atau tidak beli, tetap saja Anda bisa berjalan dengan aman di dalam pasar. Anda tidak akan dikejar pedagang apalagi ditepok badan Anda keras-keras dari belakang ketika meninggalkan barang dagangan.

Kendati tindakan tidak ramah dan kekerasan sering terjadi di dalam pasar, masih banyak turis yang berbelanja di Pasar Ben Thanh. Alasannya, Anda belum merasakan Vietnam sesungguhnya jika belum masuk Pasar Ben Thanh.

Yuk belajar dari kesalahan pedagang di negara lain.

Senin, 03 Desember 2012

Beli Oleh-oleh di Laksala, Belanja Sambil Belajar




Ketika berada di negara manapun, wisatawan Indonesia adalah kelompok masyarakat yang konsumtif. Di saat-saat akhir kunjungan mereka ke luar negeri, biasanya mereka pasti mencari pusat perbelanjaan, mall atau sejenisnya untuk membeli barang bawaan. Bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga sebagai oleh-oleh untuk kerabat dan keluarga.

Itulah dia, kharakter khas wisatawan Indonesia. Pantang pulang tanpa buah tangan. Karena memang sebelum berangkat, pesan yang mereka dapat dari teman atau kerabat adalah “Jangan Lupa Oleh-olehnya ya.”

Jika anda berkunjung ke Sri Lanka, ada cukup banyak tempat untuk membeli oleh-oleh di negara tersebut. Masing-masing propinsi memiliki toko dan pusat perbelanjaan tersendiri yang menjual handicraft, khas propinsi tersebut. Namun jika tidak ada waktu untuk mengunjungi seluruh propinsi di Sri Lanka, Anda cukup datang ke Laksala, pusat perbelanjaan handicraft dari seluruh propinsi di Sri Lanka yang salah satu outletnya berlokasi di terusan York Street 60, Kolombo. Selain Kolombo, outlet Laksala tersebar di 23 lokasi di Sri Lanka.

Laksala adalah pusat display dan pemasaran produk Usaha Kecil Menengah (UKM) dari seluruh propinsi di Sri Lanka, yang merupakan lembaga pemerintah di bawah Kementerian Industri Kedaerahan dan Promosi Wirausaha Sri Lanka. Management pusat perbelanjaan ini bekerjasama dengan 3500 pengrajin di Sri Lanka untuk memasok barang-barang UKM di pusat perbelanjaan tersebut.

Para pengrajin tidak hanya mendapat tempat untuk menjual barang, tetapi juga dilatih bagaimana membuat produk dan menjual yang baik. Managemen Laksala memiliki 140 pusat pelatihan pengrajin yang tersebar di seluruh provinsi.

Barang-barang yang dikirim ke pusat perbelanjaan ini  merupakan barang konsinyasi. Laksala menarik margin keuntungan sekitar 10 persen dari harga barang pengrajin. Karena itulah harga yang ditawarkan Laksala lebih tinggi dari harga barang di pasar tradisional. Namun Laksala memberikan kenyamanan, bebas dari calo dan kelengkapan produk dalam berbelanja.

Ketika saya berbelanja oleh-oleh di toko retail itu, saya mendapat sambutan yang hangat dari Sales Assistant dan security di sana. Meski kebanyakan dari mereka berpakaian seperti petugas keamanan atau security, namun raut wajah mereka menunjukkan keramah-tamahan. Karena mereka di-training untuk menjadi penjual yang baik. Mereka juga mengerti product knowledge.

Bagaimana dengan outlet Anda? Sudahkah konsumen merasa nyaman?

Rabu, 24 Oktober 2012

Nasib Bir Pletok Betawi dan EGB Sri Lanka

Tulisan Ketiga




Rasanya manis, hangat dan sedikit pedas. Itulah dia bir pletok, minuman khas orang Betawi. Sejenis bir, tapi tidak memabukkan karena tidak mengandung alkohol.

Dikasih nama bir karena orang Betawi di zaman kolonial ingin gaya-gaya-an bisa minum bir seperti orang kompeni yang saat itu menguasai Batavia, tetapi halal.  Mereka beranggapan, dengan minum bir pletok, akan menambah percaya diri,  karena walau disebut inlander yang bermakna orang kampung, tetapi bisa gaya seperti buitenlander, atau orang asing.

Bir pletok menjadi minuman cukup mewah saat ada pesta, hajatan atau pertemuan. Di meja, biasanya minuman ini terhidang bersama kue basah khas Betawi seperti kue talam, ketan bakar, ongol-ongol dan kue lapis.

Selain gaya-gaya-an, bir pletok yang bahan dasarnya berupa campuran rempah seperti jahe, serai, dan kayu secang ini bermanfaat untuk kesehatan badan, misalnya menghilangkan masuk angin dan melancarkan peredaran darah.  Habis minum bir pletok, badan rasanya seperti baru keluar dari panti pijat. Segar nian...

Sayangnya, meski keberadaanya sudah seratus tahun lebih, namun dari sisi bisnis bir pletok tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Dari zaman Belanda sampai Indonesia merdeka dan kini masuk era pasca reformasi, bir pletok hanya menjadi bisnis rumahan. Diproduksi kecil-kecilan, dan skala bisnisnya tidak tumbuh besar seperti bisnis minuman  soft drink bermerek. Jangankan distribusinya, namanya saja hanya dikenal orang tertentu di kawasan Jakarta dan sekitarnya.

Nasib bir pletok, beda dengan minuman sejenis bermerek Elephant Ginger Beer (EGB) yang lahir di Sri Lanka sejak tahun 1896. Dibuat dari bahan dasar utama yang sama, yakni jahe, EGB diproduksi besar-besaran oleh Ceylon Cold Stores. Soft drink yang sangat popular di Sri Lanka ini menjadi market leader minuman bersoda di Sri Lanka.

Rasa minuman EGB ini nyaris tidak ada bedanya dengan bir pletok, manis, hangat dan sedikit pedas, tetapi distribusinya jauh berbeda. Bila bir pletok hanya bisa ditemukan di kawasan Jakarta dan sekitarnya, EGB bisa ditemukan di restoran-restoran dan rumah makan kelas menengah atas di Sri Lanka. Bahkan EGB sudah diekspor ke negara Asia, Eropa dan Amerika. Bayangkan.

EGB adalah produk lokal yang diproduksi secara fabrikan dengan kualitas ekspor. Bukan lagi kelas UKM. Untuk menghasilkan jahe sebagai bahan dasar EGB, Ceylon Cold Store bekerjasama dengan asosiasi petani jahe yang di dalamnya terdapat sekitar 250 petani di Hatharaliyaddha di distrik Kandy. Harga jahe dari petani dibeli dengan harga yang wajar, sehingga petani dan pengusaha sama-sama untung. 

Itulah salah satu rahasia mengapa EGB bisa maju. Coba bandingkan dengan produksi bir pletok yang masih sporadis dan lokal serta dibangun sebagai bisnis kelas rumahan. 

Karena itu meski rasanya sama, bahan dasarnya sama, dan usianya juga nyaris sama, nasib bir pletok beda dengan EGB. EGB lebih baik dari bir pletok.

Nasib....nasib.

Jumat, 21 September 2012

Hujan Berkah di Tanah Sri Lanka

Tulisan Kedua


Apa yang orang lakukan ketika hujan turun di saat kehadirannya tidak diharapkan. Jawabannya beragam. Tetapi cukup banyak orang yang mengumpat dan mencaci maki hujan ketika ia turun ke bumi di waktu yang tidak tepat. Hujan dianggap sebagai pengganggu dan perusak aktivitas.

Padahal di luar itu, hujan yang datang dari langit, turun bersama manfaat buat makhluk hidup di muka bumi. Hujan yang turun membasahi bumi menjadi air minum bagi tumbuhan dan hewan. Ia juga menjadi sumber mata air bagi proses keberlangsungan hidup manusia di bumi.

Ketika saya dan rombongan dari LLP-KUKM sampai di wisma KBRI di Kolombo, pukul 7 malam waktu setempat, hujan turun dengan deras. Pihak KBRI yang terdiri dari diplomat dan staf lokal merasa bersyukur. Kata mereka, itu adalah hari pertama hujan turun di Sri Lanka setelah negeri itu tidak didatangi hujan sejak akhir tahun 2011. Negara pulau itu sudah 10 bulan tidak dihampiri hujan deras.

Kata mereka, kami datang ke Kolombo bersama turunnya hujan dan keberkahan buat masyarakat Sri Lanka. Wah luar biasa...

Negara yang penduduknya mayoritas beragama Budha itu, sangat bergantung pada sektor pertanian dan agro industri. Dari sekitar 20 juta penduduk Sri Lanka, 72 persen tinggal di pedesaan, dan 80 persen dari mereka terlibat dalam sektor pertanian. Ketika musim hujan tidak datang, itu berarti bencana besar buat kehidupan mereka.

Bidang pertanian telah menjadi sektor utama bagi perkembangan perekonomian Sri Lanka dengan kontribusi sebesar 16,7% dari total ekspor, dan menggerakkan lapangan kerja sekitar 32%. Produk ekspor unggulan mereka adalah teh, karet, dan rempah-rempah yang bisa tumbuh dengan baik bila didukung cuaca yang kondusif. Teh Dilmah adalah salah satu produk teh dari Sri Lanka yang mereknya sudah melegenda.

Berkaitan dengan tidak turunnya hujan, Menteri Listrik dan Enerji Sri Lanka, Champika Ranawaka  menyatakan kepada wartawan bahwa jika hujan tidak turun di bulan September 2012, pemerintah akan memadamkan listrik secara bergilir. Karena musim hujan yang tidak datang pada tahun 2012 telah menyebabkan sejumlah penampungan air untuk tenaga listrik dan pertanian kering-kerontang. 

Akibat tidak turunnya hujan, ribuan kaum petani dan tanah garapannya mengalami kekeringan.  Lebih dari 150.000 acres tanah persawahan di Distrik Anuradhapura, Polonnaruwa, dan Puttalam kering. Keringnya penampungan air di Propinsi North Central, North Western, North dan East  menyebabkan 7.000 acres tanah pertanian terlantar.  Menurunnya sumber-sumber  air di berbagai tempat juga menyebabkan binatang seperti Gajah menyerang sejumlah desa dan merusak pertanian.

Situasi keringnya penampungan air mempengaruhi sejumlah proyek tenaga listrik, hydro power generation mengalami penurunan menjadi 11,8%. Akibat musim hujan yang tidak datang, tahun 2011 pemerintah mengalami kerugian Rs 165 miliar, dan hingga pertengahan tahun 2012 pemerintah rugi Rs 330 miliar. Kerugian tersebut dipergunakan antara lain untuk subsidi listrik sektor konsumen, sektor industri dan tempat keagamaan.

Untuk itu Presiden Mahinda Rajapaksa usai pertemuan mendadak dengan sejumlah Menteri, pejabat-pejabat pemerintah dan petani Juli lalu telah memerintahkan pejabat pemerintah terkait untuk segera memberikan bantuan kepada para petani yang mengalami kerugian akibat tidak turunnya hujan.  Persoalan hujan juga membuat Presiden membentuk  komite spesial yang terdiri dari Kementerian Keuangan dan Perencanaan, Departemen Irigasi, Pelayanan Agraria, Kementerian Pertanian, Kementerian Disaster Management dan Wild Life Departmen untuk menangani persoalan terkait.

Hujan yang turun malam Minggu itu begitu berarti buat masyarakat Sri Lanka. Karena hujan tidak hanya turun di Kolombo, tetapi juga di distrik lain seperti Kendy dan Negombo, dua tempat lainnya yang sempat kami singgahi.

Itulah alasan mengapa kedatangan kami ke Sri Lanka dianggap membawa berkah. Kami tidak hanya melatih UKM Sri Lanka, tetapi kehadiran kami bersamaan dengan turunnya hujan yang ditunggu-tunggu masyarakat di negara tersebut.


Rabu, 12 September 2012

FROM JAKARTA TO KOLOMBO, FROM UKM TO UKM

Tulisan Pertama
 



Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 14.45, waktu Jakarta. Pesawat Mihin Lanka tujuan Kolombo yang saya duduki bersama 25 orang penumpang lainnya mulai lepas landas di bandara internasional Soekarno Hatta.
Penumpangnya sedikit.  Memang cuma 26 orang yang naik pesawat jurusan Kolombo, Sri Lanka sore itu. Selain karena masih suasana Lebaran, biasanya tidak terlalu banyak penumpang yang naik Mihin Lanka saat itu. Dari 26 orang penumpang, tidak semuanya memiliki tujuan akhir Kolombo, tetapi ada yang sekadar transit di bandara Bandaranaike untuk melanjutkan perjalanan ke negara lain, seperti Dubai.

Mihin Lanka adalah maskapai penerbangan milik Pemerintah Sri Lanka yang melayani rute Jakarta- Kolombo, tanpa transit di Singapura. Maskapai penerbangan ini merupakan maskapai penerbangan bertarif rendah yang lahir tahun 2007. Sebelumnya, Pemerintah Sri Lanka memiliki maskapai penerbangan utamanya, SriLankan Airlines yang sudah beroperasi tahun 1979.

Kelahiran Mihin Lanka terbilang berani, karena muncul di saat negara tersebut sedang mengalami konflik bersenjata dengan gerilyawan Macan Tamil. Salah satu tujuan dari kelahiran Mihin Lanka adalah untuk menarik wisatawan asing datang ke Sri Lanka. Namun karena kondisi dalam negeri yang tidak kondusif, tujuan tersebut belum tercapai. Selama beberapa tahun, di saat konflik berlangsung, Mihin Lanka selalu merugi.

Konflik tersebut berakhir tahun 2009, setelah pemerintah Sri Lanka menumpas gerilyawan dan menembak mati pemimpin Macan Tamil, Velupillai Prabhakaran dalam sebuah penyerangan yang dilakukan tentara Sri Lanka. Berakhirnya konflik tersebut menjadi berkah bagi Mihin Lanka karena pada tahun 2009 maskapai ini mulai menggeliat, dan berhasil meraup pendapatan sebesar 1,5 juta dolar AS.

Keamanan dalam negeri yang kondusif membuat Mihin Lanka, melakukan inovasi dalam pengembangan usaha.  Sejak tahun 2010 perusahaan penerbangan ini mulai berekspansi, salah satunya membuka jalur penerbangan langsung Jakarta Kolombo.

Indonesia merupakan pasar yang basah. Mihin Lanka bukan hanya membidik para wisatawan dari Indonesia yang datang ke Sri Lanka, tetapi juga tenaga kerja asing dari berbagai negara termasuk Indonesia yang kerap singgah di Kolombo untuk berganti penerbangan. Mihin Lanka yang memosisikan diri sebagai maskapai penerbangan bertarif rendah dengan melayani rute Jakarta Kolombo empat kali selama satu minggu siap bersaing dengan perusahaan penerbangan asing lainnya, seperti Air Asia.

Keseriusan Mihin Lanka beroperasi di Indonesia juga terlihat dari para kru pesawat yang dilatih berbahasa Indonesia. Meski komunikasi dalam pesawat tersebut dilakukan dalam bahasa Inggris dan Sinhala (bahasa ibu Sri Lanka), namun para pramugari dan kru pesawat sedikit-sedikit bisa berbahasa Indonesia. Mereka belajar bahasa Indonesia dari tim pengajar yang difasilitasi Kedubes RI di Kolombo.

Jadi jangan ragu, kalau kita mau tambah air putih atau jus kemasan, tinggal bilang saja kepada pramugari yang memakai Sari dalam bahasa Indonesia. Mereka paham kok.

Jalur KBRI Sri Lanka
Saya berangkat ke Sri Lanka tidak sendiri. Dalam pesawat, saya bersama satu orang manager dari LLP-KUKM dan dua orang pengrajin dari Yogyakarta, yaitu Pak Priyana dan Ibu Haryanti. Pak Priyana adalah pengrajin tas dan peralatan rumah tangga dari eceng gondok. Sementara Ibu Haryanti adalah pengrajin peralatan rumah tangga dengan bahan dasar batok kelapa.

Kami berempat datang ke negeri berlambang Macan itu karena undangan Kedutaan Besar RI di Sri Lanka dan Chamber of National Handicraft of Srilanka. Kedua lembaga itu meminta LLP-KUKM untuk memberikan training kepada UKM Sri Lanka mengenai kerajinan Indonesia. Karena itulah Pak Priyana dan Ibu Haryanti turut hadir bersama kami dalam perjalanan itu.

Delegasi Chamber of National Handicraft of Srilanka yang pernah datang ke SME Tower tahun 2011 meminta bantuan LLP-KUKM melalui KBRI Sri Lanka untuk melatih kerajinan Indonesia kepada UKM Sri Lanka.  Ide pelatihan tersebut kemudian difasilitasi Bapak Albert Abdi, Kuasa Usaha Ad Interm Kedutaan Besar RI di Sri Lanka. 

Pak Albert Abdi yang sudah memiliki jaringan luas dengan para pelaku bisnis dan UKM di Sri Lanka berupaya semakin mendekatkan hubungan bilateral RI dengan Sri Lanka, dari sisi pengembangan ekonomi kedua negara. Pelatihan itu sendiri merupakan bagian dari rangkaian kegiatan peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia -- Sri Lanka dan HUT Kemerdekaan RI ke-67 yang jatuh pada bulan Agustus 2012.

Perjalanan udara selama 4 jam cukup membosankan. Selain makan dan minum, perjalanan panjang itu saya isi dengan membaca majalah dan tidur.  Pukul 17.10 waktu Sri Lanka, pesawat tiba di bandara Bandaranaike Kolombo. Karena disambut dan didampingi Pak Albert Abdi dan Staf yang saat itu menjabat pelaksana tugas Dubes RI di Sri Lanka, pemeriksaan di bagian imigrasi bandara berjalan lancar dan cepat. Kami lewat jalur khusus.

Rombongan akhirnya menuju Wisma Kedubes RI di jalan Kolombo 7, untuk rehat sebentar dan bersih-bersih sebelum melakukan aktivitas berikutnya, yakni makan malam dan melihat keindahan malam Kota Kolombo yang eksotis. Sebelum tidur, kami sempat membahas rencana kerja selama satu Minggu di Sri Lanka. Selain meeting dan training, dalam rencana kerja tersebut ada kunjungan ke tempat wisata dan city tour. (Bersambung)