Jumat, 09 Maret 2012

Sungguh, CINTA Itu BUTA

Kita tidak bisa membuat pelanggan jatuh cinta, jika kita tidak terlebih dahulu mencintainya. Maka Dari itu, sebelum mengajak pelanggan membeli, jatuh cintalah dulu kepada mereka. Harus dipahami penjual yang sukses di saat ini dan di masa datang adalah penjual yang sadar akan kekuatan faktor emosi, lalu mendayagunakannya untuk meningkatkan efektivitas penjualan.

Lalu bagaimanakah membuat pelanggan jatuh cinta kepada kita.
Jawabannya adalah customer focus!

Ingat Prinsip:
If we change our paradigm, we change our behavior.
We change our behavior, we change our result.

Berdasarkan prinsip itu: Orang pada dasarnya egois. Oleh karena itu,  sebagai penjual kita harus fokus pada nilai tambah.

Ketika fokus pada upaya ‘memenuhi kebutuhan pelanggan’ otomatis kita juga telah fokus pada nilai  tambah. Ingat bahwa pada dasarnya people are selfish! Orang membeli produk karena dia merasa produk memiliki nilai tambah untuknya. Ketika kita berhasil menunjukkan bahwa produk kita mempunyai nilai tambah lebih tinggi dibandingkan pesaing, prospek pasti akan memilih kita. Setiap bisnis yang memiliki nilai tambah, otomatis pembelinya akan datang sendiri, tanpa disuruh.

Jika fokus pada pelanggan, maka kita akan berusaha memaksimalkan nilai tambah produk. Dan untuk bisa menciptakan nilai tambah, mau tidak mau dibutuhkan inovasi.

Inovasi akan membuat hidup kita menjadi lebih bergairah. Bukankah keindahan paling tinggi yang dirasakan manusia di bumi adalah jika ia bisa melakukan sesuatu lebih baik dari hari ini dibandingkan hari kemarin?

Oleh karena itu, jatuh cintalah dulu pada pelanggan sehingga mereka pun akan jatuh cinta kepada Anda. Fokuslah pada solusi yang bernilai tambah dan jalankan inovasi! Jika pelanggan sudah buta, dia akan mengambil apa yang kita tawarkan. Percayalah...

Rabu, 07 Maret 2012

People Buy Benefit not a Product


Kita sering mendengar dan mengucapkan Kata “SERVIS”. Namun pertanyannya: Apakah kita telah memahami, mempraktekkannya, dan melakukannya dengan tulus?
 
Kalau kita hitung besarnya pengorbanan yang kita lakukan sebagai penjual untuk menggiring prospek menuju pembelian, maka pasti kita sadar betapa mahalnya nilai satu pelanggan. Karena itu, sangat sayang jika pelanggan yang sudah kita dapatkan susah payah, tidak kita kelola dengan baik sehingga mereka hanya melakukan sekali transaksi, lalu pergi tidak pernah kembali.

Salah satu upaya agar pelanggan mau percaya dan kembali lagi kepada kita adalah dengan memberikan jaminan, bukan janji.  “Jaminan memberi kepastikan kepada pelanggan.”

Berikan jaminan pada pelanggan yang sudah berbaik hati membeli produk atau servis kita. Berikan kepastian padanya bahwa produk yang dibelinya memenuhi kebutuhannya, bahwa ia akan bertambah sehat’, ‘kaya’, ‘praktis’, ‘hemat’ atau apapun sesuai dengan produk yang dibelinya. Ingat people buy benefit not a product.

“Jam tangan ini sangat cocok dengan Bapak. Dengan jam ini bapak kelihatan lebih berwibawa.”

“Ibu, telah membuat keputusan yang tepat. Investasi ini akan menguntungkan ibu. Jangan kuatir, jika ibu mengalami kesulitan di kemudian hari, telpon saya atau call center kami, 24 jam”

Dengan begitu keputusannya membeli produk melalui kita adalah keputusan yang benar. Kita juga memberi jaminan akan terus bersamanya selama dia menggunakan produk tadi. Kita juga tidak akan meninggalkannya jika dia mengalami kesulitan sehubungan dengan produk yang dibelinya. 

Konsep ini dikembangkan dengan sangat baik oleh industri otomotif, dan berhasil. Ingat saja layanan after sales service .

sales motivations

Selasa, 06 Maret 2012

Dunia Mau Kiamat. Benarkah?


”BBM Naik”
”Harga Kebutuhan Pokok Melonjak”
”Orang Miskin Bertambah”.

Kalimat-kalimat di atas adalah contoh dari judul surat kabar di Indonesia memasuki bulan April 2012 ketika pemerintah akan mencabut subsidi BBM. Jika Anda membaca koran dan setiap hari dihujani dengan head-line yang pesimis seperti itu, bagaimana perasaan Anda? Merasa feel good atau feel bad?

Jika fokus Anda lebih pada pesan yang negatif, maka secara otomatis emosi Anda akan menjadi terpengaruh menjadi negatif. Padahal yang digambarkan negatif, belum tentu sepenuhnya benar. Karena kenaikan BBM juga diikuti dengan kenaikan gaji dan tunjangan bagi masyarakat miskin. Meski pada kenyataannya tunjangan itu bisa diselewengkan oleh aparat yang bertugas, itu adalah urusan penegak hukum.

Jika kita hanya fokus kepada judul koran di atas, maka seolah-olah dunia akan kiamat. Situasi emosi menjadi negatif, pesimis. Mari kita fokus pada kesempatan, pertumbuhan, kehidupan. Karena dengan fokus ke sana, kita akan menjadi lebih bersemangat. Saya selalu berlatih untuk melihat cahaya di ujung terowongan. Hal itu akan mendorong kita melangkah lebih cepat. Arah fokus menentukan situasi emosi, menentukan tindakan, menentukan kinerja, dan yang paling penting menentukan nasib seseorang di masa depan.

Fokus akan menentukan interprestasi kita terhadap sebuah kejadian yang kemudian mempengaruhi tindakan kita. Kejadian sama, namun dengan fokus yang berbeda akan berarti berbeda.
Dalam menjual kita fokus pada keberhasilan daripada kegagalan. Mengapa memilih fokus pada kegagalan jika hal itu membuat diri kita lemah, tidak bertenaga, dan tidak terinspirasi. Mengapa tidak fokus saja pada keberhasilan sehingga langkah kita lebih bersemangat, bertenaga, dan mampu menginspirasikan orang lain.

Fokus kepada kegagalan seperti kondisi ekonomi yang lesu, harga BBM yang naik tinggi, suku bunga yang naik, investasis yang lari, kondisi pascabom, ditinggal pacar akan menyebabkan dunia terasa kiamat.

Tinggalkan fokus pada segala hal yang berbau negatif dan fokuslah pada keberhasilan, sesuatu yang bisa Anda lakukan dan kontrol saat ini. Saat emosi negatif, ingatlah pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Ketika rasa ragu dan gagal menjelang, alihkan fokus pada keberhasilan-keberhasilan yang telah Anda raih, niscaya emosi Anda akan terjaga, dan tindakan Anda akan efektif.

sales motivations

Senin, 05 Maret 2012

Setiap Orang Adalah Selebriti.


Bagaimana Cara Mendekati Target Potensial

Setiap orang ingin merasa dipentingkan, dihargai dan dibuat Special. Tidak bisa tidak, hal itu ada pada DNA setiap manusia.

Setiap orang akan merasa senang, jika dia didengar, diperhatikan dan diberikan kesempatan menampilkan sosoknya. Demikian juga pelanggan, akan merasa puas kalau kita mendengar aspirasinya dan memperlakukannya secara khusus.
Bagaimana caranya?

Banyak cara-cara yang praktis, misalnya meminta komentarnya atas produk atau servis telah terjual, acara yang sudah kita lakukan, dan penawaran produk yang telah diajukan. Pelanggan juga akan merasa spesial jika dikenal dan disapa namanya—sebuah hal yang sepele bukan?

Jika belum akrab bisa memakai kata dengan “Pak” atau “Ibu” :
“Selamat siang, Pak Fikri!”
“Barangnya sudah diterima, Bu Oot!”
“Terima kasih, Pak Mamat!”

Jika sudah merasa lebih dekat, gunakan panggilan yang lebih akrab, “Mas Ahmat”, ‘Mbak Nita”,”Ko Akong”, bahkan “Boss!”

Setiap orang akan senang jika dipanggil dengan namanya, mereka seperti menjadi seorang selebriti. Dan memang pelanggan adalah selebriti bagi kita. Karena tanpa pelanggan kita tidak memiliki bisnis. Usahakan hubungan kita sangat dekat, sampai bisa memanggil pelanggan dengan nama sapaan.

Sales Motivations

Pembelian Selalu Mengandung Resiko?


Pernahkah Anda merasakan saat hendak membeli sesuatu degub jantung berdetak lebih kencang. Semakin besar nilai barang atau semakin penting fungsi barang, semakin kencang degub jantung kita. Mengapa? Karena kita tertekan, stres, dan takut salah dalam pembelian.

Di benak Anda berputar seribu satu keraguan antara lain:
“Benarkah keputusan saya ini?”
“Benarkah harga tanah ini, kemahalan atau tidak?”
“Bagaimana keputusan saya salah dan saya ditipu?”

Keraguan itu membuktikan bahwa setiap pembelian selalu mengandung risiko. Karena risiko inilah kadang prospek lambat ketika diminta memutuskan. Di lain pihak penjualnya sudah tidak sabar ingin cepat-cepat closing, dapat komisi lalu selesai. Penjual yang tidak sabar akan mendesak prospek untuk segera membeli. Akibatnya,  justru terjadi penolakan. 80 persen prospek yang tertekan akan mengatakan “tidak” ketika diminta memutuskan pembelian. Jadi semakin didesak, mereka akan semakin menjauh dari kita.

Namun angka 80 persen ini bukan angka absolut. Artinya bisa dikonversikan lagi menjadi pembelian jika penjual bisa meningkatkan keyakinan prospek. Dari sinilah muncul sistem money back guarantee atau kalau tidak suka uang kembali.

Dalam sistem ini perusahaan mencoba mengambil alih risiko pembelian yang seharusnya menjadi tanggung pembeli. Jika ada sesuatu yang tidak sesuai, misalnya kualitas produknya tidak sesuai dengan spesifikasi, antaran produknya lambat, maka pembeli boleh mengembalikan secara penuh atau sebagian kepada penjual. Dengan demikian, tidak risiko yang ditanggung prospek kecil atau bahkan nol ketika memutuskan pembelian.  Dengan sistem ini penjual dapat mengoptimalkan konversi 80 persen penolakan menjadi penjualan.

Pertanyaannya adalah sekarang bagaimana membuat ‘risk reversal offering’.

Contohnya adalah ketika penjual produk jasa konstruksi & konsultan interior memberikan penawaran kepada calon pelanggannya, bahwa ia akan ‘deliver’ produknya sesuai dengan gambar 3D yang sudah dipresentasikannya. Dengan jaminan jika ternyata hasilnya tidak sesuai gambar yang dijanjikan maka ia akan memperbaikinya ‘at no cost’ sampai pelanggannya benar-benar puas. Dan jika sudah diperbaiki ternyata masih tetap gagal, tidak sesuai dengan gambar dan kualitas yang dijanjikan, maka pembeli boleh meminta discount yang dianggapnya pantas. Ini berarti bagi pelanggannya, langkah penjualan itu telah memindahkan risikonya. Tentu saja untuk melakukan sistem ini ada tambahan cost.

Konsep risk reversal ini bukan sekadar konsep ‘kalau tidak suka uang dikembalikan.” Risk reversal adalah bukti nyata atas janji-janji kita. Tidak adil, jika kita sebagai penjual ‘tidak berani menggaransi’ produk atau jasa kita. It doesn’t make sense! Risk reversal  juga bentuk comittment of excellence, yang menjadi salah satu kunci sukses bisnis.

sales motivations