Rabu, 04 Juni 2008

Masihkah SBY Menjadi RI-1 pada 2009-2014 (Kekuatan Incumbent Berdasarkan Riset)

            Tak ada seorang pun di muka bumi yang bisa meramal masa depan dengan pasti. Namun melalui tanda-tanda zaman yang ada sekarang, masa depan bisa diprediksi. Mark J Penn dan E Kinney Zalesne dalam bukunya “Microtrends” (2008) mengungkapkan, kita bisa melihat masa depan dengan melihat fakta dan tanda-tanda yang ada pada masa kini. Bila tanda-tanda zaman tersebut dikelola, maka kita bisa melakukan perubahan besar.

Mark J Penn adalah periset politik yang pada 1996 bekerja untuk kampanye Bill Clinton. Ia berhasil mengindentifikasi sebuah kelompok pemilih, yakni ibu-ibu yang peduli pada pekerjaan dan keluarga. Kelompok ini begitu peduli dengan kebijakan yang dijanjikan para calon presiden. Bill Clinton lalu melakukan kampanye presiden yang fokus kepada kaum ini dan akhirnya ia terpilih menjadi presiden Amerika.

Tanda Zaman
Berdasarkan teori tersebut, apakah kita bisa memprediksi siapa presiden Indonesia pada 2009-2014. Apakah SBY masih dicintai para pemilih untuk menjadi presiden pada periode tersebut. Apakah Megawati berhasil merebut kembali tampuk kepemimpinan yang pernah direguknya selama dua setengah tahun. Ataukah muncul nama baru yang akan menggoyang keinginan orang-orang lama untuk kembali berkuasa.

Cukup sulit mencari jawaban dari semua pertanyaan di atas. Namun bila kita mengikuti teori yang dikemukakan Mark J Penn, tampaknya kita memiliki pola untuk menemukan jawabannya. Dengan pola itu kita bisa meramal siapa presiden Indonesia 2009-2014.

Langkah awal yang perlu dicari adalah melihat fakta dan tanda-tanda zaman yang ada saat ini. Fakta dan tanda tersebut ada yang gamblang bisa dilihat dengan mata awam, ada pula yang dilihat dengan bantuan kacamata ilmiah atau riset.

Tanda zaman yang ada saat ini adalah masyarakat Indonesia dalam kondisi hidup yang sulit. Saat ini menurut BPS ada sebesar 9,43 juta jiwa pengangguran di Indonesia. Jumlah itu bisa bertambah bila data datang dari instansi lain. Sementara jumlah rakyat miskin menurut LIPI pada 2008 mencapai 41,7 juta jiwa atau sekitar 21,9 persen dari penduduk Indonesia.

Penderitaan mereka semakin bertambah dengan kenaikan harga BBM yang dikeluarkan pemerintah SBY akhir Mei lalu. Aksi demontrasi dengan beragam tujuan di berbagai daerah menjadi konsumsi media massa setiap minggu. Aksi kekerasan yang dilakukan sekelompok orang dan organisasi massa juga termonitor media massa tanpa sensor.

Indonesia sepertinya menjadi negeri yang dikutuk oleh Tuhan. Kita memiliki tanah yang subur dengan kekayaan alam yang begitu besar namun sebagian rakyatnya hidup menderita. Orang-orang miskin yang terkena gizi buruk dan bunuh diri karena tidak bisa makan dan menjalani hidup dengan layak bukan cerita aneh di negeri ini.

Dengan tanda-tanda zaman seperti itu, orang melihat, sulit bagi SBY untuk kembali menjadi pemimpin pada pemilu mendatang. Tanda-tanda itu dengan jelas memperlihatkan, SBY dan kabinetnya gagal membawa rakyat Indonesia ke arah yang lebih baik. Apalagi para mantan petinggi TNI yang merupakan senior SBY di militer masih kecewa dengan SBY yang dianggap menyalip seniornya Wiranto pada pemilu 2004. Meski suara mereka tidak signifikan, namun mereka pandai dan bisa melemparkan black campaign buat SBY.

Namun bila tanda-tanda tersebut dikelola dengan baik, peluang buat SBY masih terbuka. SBY harus bekerja keras menggelar kebijakan yang bisa merebut kembali hati rakyat banyak. Dengan begitu tidak tertutup kemungkinan kebencian sebagian masyarakat kepada SBY bisa berubah menjadi cinta. Orang-orang inilah yang bisa menjadi duta atau bahkan pembela SBY di komunitasnya.

Itulah secercah harapan yang masih dimiliki SBY untuk maju kembali menjadi presiden pada periode berikutnya meski butuh perjuangan keras. Bila tidak segera bertindak, jangan harap SBY dapat mempertahankan kekuasaannya. Banyak calon-calon lain yang layak jadi penguasa negeri ini walaupun mereka belum berpengalaman sebagai presiden.

Tokoh Lain
Hasil riset Indonesian Research & Development Institue (IRDI) yang digelar Maret 2008 memperlihatkan, sedikitnya ada tiga tokoh utama yang masih diunggulkan masyarakat sebagai tokoh yang paling mampu mengatasi masalah mendesak. Mereka adalah Susilo Bambang Yudhoyono (40%), Megawati (22%), dan Wiranto (11,6%). Nama lain yang muncul adalah Sri Sultan HB X (7,3%), Amien Rais (5,3%), Jusuf Kalla (3,6%), dan Sutiyoso (2%).

Riset dilakukan pada 23-30 Maret 2008 dengan mewawancarai sebanyak 2600 responden di 33 propinsi dengan tingkat kepercayaan 95 % dan margin error kurang lebih 1,9%. Responden dipilih secara acak dengan komposisi jumlah pria dan wanita masing-masing 50 persen. Responden adalah penduduk Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah.

Dari temuan itu terlihat masyarakat memiliki tokoh lain untuk menjadi presiden periode 2009-2014 antara lain Megawati dan Wiranto. Keduanya, meski tokoh nasional daur ulang namun perlu diperhitungkan SBY jika maju dalam pemilihan presiden mendatang.

Hasil riset juga memperlihatkan, tokoh daur ulang itu masih memiliki peluang untuk menjadi presiden dan dipilih penduduk negeri ini. Jika pemilu dilakukan sekarang dengan tokoh-tokoh tersebut sebagai kandidat, jumlah suara terhadap Megawati dan Wiranto cukup signifikan. Jika SBY berhadapan dengan Megawati misalnya, jumlah responden yang memilih SBY 57,5 % dan Mega 40,1%. Sementara jika SBY berhadapan dengan Wiranto, jumlah responden yang memilih SBY adalah 63,7 %, sedangkan Wiranto sebesar 32,9 %.

Angka-angka tersebut muncul saat riset dilakukan sebelum kenaikan BBM Mei lalu. Kemungkinan besar angka-angka itu akan berubah jika riset dilakukan setelah kenaikan BBM. Bisa jadi persentasi suara untuk SBY berkurang sedangkan tokoh lain bertambah.

Dengan kondisi saat ini apakah Megawati bisa menjadi presiden pada pemilu mendatang. Masihkan rakyat banyak mau mempercayakan kekuasaan ini kepada anak mantan presiden pertama RI ini. Tanda-tanda zaman memperlihatkan, selama menjabat presiden kurang lebih dua setengah tahun Megawati belum melakukan sesuatu yang berarti buat rakyat banyak. Bahkan Megawati salah memilih menteri dan pejabat. Beberapa pejabat di era Megawati kini menjadi terhukum kasus korupsi seperti mantan menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.

Megawati juga tidak bisa merangkul orang-orang dekat yang pernah berjuang bersamanya di PDI-P. Sebut saja Roy BB Janis, dan Laksamana Sukardi yang keluar dari PDI-P dan mendirikan partai baru. Tanda-tanda itulah yang menyebabkan suara Megawati saat riset dilakukan hanya 40,1 persen, sementara SBY 57,5 persen. Artinya, meski ada kelompok fanatik yang membela Mega tanpa pandang bulu, ada juga masyarakat yang sadar dengan kondisi negara saat ini. Kelompok yang menggunakan akal sehat inilah yang tidak rela negara ini diserahkan kepada mantan presiden yang memiliki track record tidak memuaskan.

Bila tanda-tanda zaman tersebut tidak dikelola dengan baik dan benar Mega bisa menghadapi batu sandungan untuk mulus menuju RI-1. Pasalnya untuk menjadi presiden Megawati tidak cukup mengandalkan massa PDI-P dan orang-orang yang fanatik terhadap Mega dan Soekarno. Ia harus bisa merangkul kelompok lain (kelompok rasional) dan memberi keyakinan kepada rakyat banyak bahwa Mega kini berbeda dengan Mega masa lalu. Mega kini adalah Mega yang memiliki konsep membawa rakyat kepada kehidupan yang lebih makmur dan sejahtera.

Sementara seberapa besar peluang Wiranto berhasil meraih kursi presiden. Apakah Wiranto masih memiliki peluang menjadi presiden RI periode berikutnya. Bukankah hasil riset tersebut juga menunjukkan Wiranto masih memiliki massa. Atau adakah calon lain yang pantas menjadi presiden Indonesia 2009-2014. Jawabannya adalah berdasarkan hasil riset, SBY masih kuat sebagai presiden Indonesia 2009-2014.