Memiliki program dan rubrik unggulan bagi media massa merupakan keharusan. Program atau rubrik unggulan yang bisa menyedot khalayak sasaran akan menjadi jualan utama media kepada pengiklan. Hanya saja hasil riset bisa membuktikan apakah program atau rubrik tersebut benar-benar unggulan atau biasa-biasa saja.
Sah-sah saja bila bisnis media massa berorientasi keuntungan. Layaknya industri lain hidup media massa tergantung pada pemasukan laba, sebagai upah hasil kerja pengelola. Akan tetapi, bila melulu ingin meraup untung, juga tidak benar. Hal itu bertentangan dengan tujuan ideal dari bisnis media massa, yakni sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Sehubungan dengan tujuan komersialnya mencari laba dari penjualan halaman atau slot iklan, pengelola media mau tak mau harus membuat program atau rubrikasi yang laku dijual. Program atau rubrikasi unggulan itulah yang bisa menarik khalayak sasaran, sekaligus pengiklan dan sponsorship.
Dampak Program Unggulan
Bagi televisi, menayangkan program yang benar-benar unggulan membutuhkan anggaran yang cukup besar. Selain untuk pembelian atau produksi program, dana juga terserap untuk promosi di beragam media.
Namun begitu, bila tepat memilih program unggulan dampak yang dihasilkanya tidak tanggung-tanggung. Rating terdongkrak naik dan spot iklan dipenuhi beragam merek yang ingin berpromosi di program tersebut.
Hal itu terjadi di program Piala Dunia 2006 di SCTV. Stasiun televisi ini mengeluarkan dana sekitar US$ 10 juta untuk membeli hak siar program tersebut di Indonesia. Promosi terhadap program unggulan itu dilakukan selama dua tahun, sejak 2004 usai pembelian hak siar Piala Dunia dari Infront Sports & Media WM pada pertengahan 2003. Promosi digelar di beragam media periklanan hingga berakhirnya Piala Dunia pada Juli 2006.
Hasilnya, Piala Dunia 2006 berhasil menyedot banyak pemirsa dan pengiklan. Nielsen Media Research (NMR) mencatat, Piala Dunia 2006 menjadi jawara program televisi dengan rating tertinggi dari Januari hingga November 2006. Rating pertandingan sepakbola Jerman melawan Argentina sebesar 16,0 mengalahkan program lainnya.
Peringkat 10 besar program televisi dengan rating tertinggi hingga November 2006 semuanya diraih program sepakbola Piala Dunia. Posisi ke-10 dipegang pertandingan Inggris melawan Paraguay dengan rating 12,5.
Tiga bulan menjelang Piala Dunia 2006, sekitar 90 persen slot iklan sudah laku terjual. Djarum Super mengambil paket iklan Platinum dan Extra Joss mengambil paket iklan gold. NMR mencatat hingga Oktober 2006 perolehan kotor iklannya—belum dipotong bonus dan diskon—sebesar Rp 2,8 triliun. Dengan angka tersebut memposisikan SCTV berada di peringkat dua besar televisi dengan perolehan iklan tertinggi setelah RCTI (Rp 3,3 triliun).
Di luar sepakbola Piala Dunia program peraih rating tertinggi antara lain, sinetron dari berbagai jenis, film barat pilihan dan ajang lomba mencari bakat. Meski perolehan rating makin mengecil seirama dengan banyaknya stasiun televisi, namun program-program tersebut memiliki peluang untuk duduk di peringkat atas program dengan rating tertinggi.
Ketiga jenis tontonan itu tampaknya tetap menjadi program unggulan televisi pada 2007. Hampir semua televisi swasta nasional memiliki sinetron dari beragam jenis dan segmentasi. Begitu pula dengan film barat pilihan yang akan tayang di semua televisi swasta nasional termasuk TVRI.
Sedangkan untuk program ajang pencari bakat, Indosiar akan tetap melanjutkan program ”AFI 2007” (Akademi Fantasi Indosiar) yang sukses pada 2004. TPI dan RCTI yang sukses menggelar ”KDI” dan ”Indonesia Idol” akan kembali tampil pada 2007.
Bahkan TPI melebarkan sayapnya dengan mencari finalis ”KDI 2007” dari negeri jiran seperti Brunei dan Malaysia. Apakah program ”KDI” akan sesukses tahun 2005 yang berhasil meraih rating tertinggi tahun itu di bawah program ”Rahasia Illahi”. Kita lihat saja nanti.
Mengukur Rubrik Unggulan
Hasil riset menjadi tolak ukur mencari program atau rubrikasi unggulan yang sukses, dalam arti banyak dilihat khalayak sasaran. Kerap kali pengelola media massa menyebut semua program atau rubrikasinya merupakan unggulan. Namun tidak semua program atau rubrikasi tersebut berhasil menarik cukup banyak khalayak sasarannya.
Selain riset jumlah pembaca media cetak, ada pula riset mengenai rubrikasi atau artikel yang paling banyak dibaca orang. Dalam riset gaya hidup masyarakat perkotaan dan pedesaan (Urban Rural Lifestyle) pertengahan tahun 2006 Polling Center merilis majalah dan tabloid yang paling banyak dibaca serta 10 besar artikel atau rubrikasi yang paling digemari pembaca majalah dan tabloid di perkotaan dan pedesaan.
Untuk masyarakat perkotaan pembahasan mengenai ”mode dan fashion” duduk di peringkat pertama artikel atau rubrikasi paling favorit di majalah dengan jumlah responden sebanyak 21 persen. Peringkat berikutnya diraih rubrik ”kisah nyata” (9,26 persen), ”infotainment” (5,56 persen), ”masakan” (4,94 persen) dan ”tokoh” (4,94 persen).
Sementara pembahasan mengenai “sepakbola” di tabloid duduk di peringkat pertama rubrik atau artikel paling favorit dengan meraih responden sebanyak 15,56 persen. Peringkat berikutnya diraih rubrik ”infotainment” (15,38 persen), ”kesehatan” (4,72 persen), ”otomotif” (4,72 persen) dan ”mode atau busana” (4,55 persen).
Urban Rural Lifestyle 2006 adalah penelitian gaya hidup yang dilakukan Polling Center dengan metodologi kuantitatif, tatap muka terhadap 2.000 responden urban dan 2.000 responden rural. Cakupan kota yang disurvei adalah Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin dan Makasar.
Survei rubrikasi terfavorit di majalah dilakukan terhadap 324 orang yang membaca majalah selama satu bulan terakhir, Mei 2006. Sementara responden rubrikasi terfavorit berjumlah 572 orang yang membaca tabloid selama satu bulan terakhir, Mei 2006.
Dalam promosinya cukup banyak pengelola media massa menyebutkan sebagian besar program atau rubrik yang dimilikinya adalah unggulan. Namun riset bisa membuktikan mana saja rubrik atau program yang berhasil meraih banyak khalayak sasaran. Atajudin nur