Selasa, 06 Maret 2012

Dunia Mau Kiamat. Benarkah?


”BBM Naik”
”Harga Kebutuhan Pokok Melonjak”
”Orang Miskin Bertambah”.

Kalimat-kalimat di atas adalah contoh dari judul surat kabar di Indonesia memasuki bulan April 2012 ketika pemerintah akan mencabut subsidi BBM. Jika Anda membaca koran dan setiap hari dihujani dengan head-line yang pesimis seperti itu, bagaimana perasaan Anda? Merasa feel good atau feel bad?

Jika fokus Anda lebih pada pesan yang negatif, maka secara otomatis emosi Anda akan menjadi terpengaruh menjadi negatif. Padahal yang digambarkan negatif, belum tentu sepenuhnya benar. Karena kenaikan BBM juga diikuti dengan kenaikan gaji dan tunjangan bagi masyarakat miskin. Meski pada kenyataannya tunjangan itu bisa diselewengkan oleh aparat yang bertugas, itu adalah urusan penegak hukum.

Jika kita hanya fokus kepada judul koran di atas, maka seolah-olah dunia akan kiamat. Situasi emosi menjadi negatif, pesimis. Mari kita fokus pada kesempatan, pertumbuhan, kehidupan. Karena dengan fokus ke sana, kita akan menjadi lebih bersemangat. Saya selalu berlatih untuk melihat cahaya di ujung terowongan. Hal itu akan mendorong kita melangkah lebih cepat. Arah fokus menentukan situasi emosi, menentukan tindakan, menentukan kinerja, dan yang paling penting menentukan nasib seseorang di masa depan.

Fokus akan menentukan interprestasi kita terhadap sebuah kejadian yang kemudian mempengaruhi tindakan kita. Kejadian sama, namun dengan fokus yang berbeda akan berarti berbeda.
Dalam menjual kita fokus pada keberhasilan daripada kegagalan. Mengapa memilih fokus pada kegagalan jika hal itu membuat diri kita lemah, tidak bertenaga, dan tidak terinspirasi. Mengapa tidak fokus saja pada keberhasilan sehingga langkah kita lebih bersemangat, bertenaga, dan mampu menginspirasikan orang lain.

Fokus kepada kegagalan seperti kondisi ekonomi yang lesu, harga BBM yang naik tinggi, suku bunga yang naik, investasis yang lari, kondisi pascabom, ditinggal pacar akan menyebabkan dunia terasa kiamat.

Tinggalkan fokus pada segala hal yang berbau negatif dan fokuslah pada keberhasilan, sesuatu yang bisa Anda lakukan dan kontrol saat ini. Saat emosi negatif, ingatlah pengalaman-pengalaman yang menyenangkan. Ketika rasa ragu dan gagal menjelang, alihkan fokus pada keberhasilan-keberhasilan yang telah Anda raih, niscaya emosi Anda akan terjaga, dan tindakan Anda akan efektif.

sales motivations

Senin, 05 Maret 2012

Setiap Orang Adalah Selebriti.


Bagaimana Cara Mendekati Target Potensial

Setiap orang ingin merasa dipentingkan, dihargai dan dibuat Special. Tidak bisa tidak, hal itu ada pada DNA setiap manusia.

Setiap orang akan merasa senang, jika dia didengar, diperhatikan dan diberikan kesempatan menampilkan sosoknya. Demikian juga pelanggan, akan merasa puas kalau kita mendengar aspirasinya dan memperlakukannya secara khusus.
Bagaimana caranya?

Banyak cara-cara yang praktis, misalnya meminta komentarnya atas produk atau servis telah terjual, acara yang sudah kita lakukan, dan penawaran produk yang telah diajukan. Pelanggan juga akan merasa spesial jika dikenal dan disapa namanya—sebuah hal yang sepele bukan?

Jika belum akrab bisa memakai kata dengan “Pak” atau “Ibu” :
“Selamat siang, Pak Fikri!”
“Barangnya sudah diterima, Bu Oot!”
“Terima kasih, Pak Mamat!”

Jika sudah merasa lebih dekat, gunakan panggilan yang lebih akrab, “Mas Ahmat”, ‘Mbak Nita”,”Ko Akong”, bahkan “Boss!”

Setiap orang akan senang jika dipanggil dengan namanya, mereka seperti menjadi seorang selebriti. Dan memang pelanggan adalah selebriti bagi kita. Karena tanpa pelanggan kita tidak memiliki bisnis. Usahakan hubungan kita sangat dekat, sampai bisa memanggil pelanggan dengan nama sapaan.

Sales Motivations

Pembelian Selalu Mengandung Resiko?


Pernahkah Anda merasakan saat hendak membeli sesuatu degub jantung berdetak lebih kencang. Semakin besar nilai barang atau semakin penting fungsi barang, semakin kencang degub jantung kita. Mengapa? Karena kita tertekan, stres, dan takut salah dalam pembelian.

Di benak Anda berputar seribu satu keraguan antara lain:
“Benarkah keputusan saya ini?”
“Benarkah harga tanah ini, kemahalan atau tidak?”
“Bagaimana keputusan saya salah dan saya ditipu?”

Keraguan itu membuktikan bahwa setiap pembelian selalu mengandung risiko. Karena risiko inilah kadang prospek lambat ketika diminta memutuskan. Di lain pihak penjualnya sudah tidak sabar ingin cepat-cepat closing, dapat komisi lalu selesai. Penjual yang tidak sabar akan mendesak prospek untuk segera membeli. Akibatnya,  justru terjadi penolakan. 80 persen prospek yang tertekan akan mengatakan “tidak” ketika diminta memutuskan pembelian. Jadi semakin didesak, mereka akan semakin menjauh dari kita.

Namun angka 80 persen ini bukan angka absolut. Artinya bisa dikonversikan lagi menjadi pembelian jika penjual bisa meningkatkan keyakinan prospek. Dari sinilah muncul sistem money back guarantee atau kalau tidak suka uang kembali.

Dalam sistem ini perusahaan mencoba mengambil alih risiko pembelian yang seharusnya menjadi tanggung pembeli. Jika ada sesuatu yang tidak sesuai, misalnya kualitas produknya tidak sesuai dengan spesifikasi, antaran produknya lambat, maka pembeli boleh mengembalikan secara penuh atau sebagian kepada penjual. Dengan demikian, tidak risiko yang ditanggung prospek kecil atau bahkan nol ketika memutuskan pembelian.  Dengan sistem ini penjual dapat mengoptimalkan konversi 80 persen penolakan menjadi penjualan.

Pertanyaannya adalah sekarang bagaimana membuat ‘risk reversal offering’.

Contohnya adalah ketika penjual produk jasa konstruksi & konsultan interior memberikan penawaran kepada calon pelanggannya, bahwa ia akan ‘deliver’ produknya sesuai dengan gambar 3D yang sudah dipresentasikannya. Dengan jaminan jika ternyata hasilnya tidak sesuai gambar yang dijanjikan maka ia akan memperbaikinya ‘at no cost’ sampai pelanggannya benar-benar puas. Dan jika sudah diperbaiki ternyata masih tetap gagal, tidak sesuai dengan gambar dan kualitas yang dijanjikan, maka pembeli boleh meminta discount yang dianggapnya pantas. Ini berarti bagi pelanggannya, langkah penjualan itu telah memindahkan risikonya. Tentu saja untuk melakukan sistem ini ada tambahan cost.

Konsep risk reversal ini bukan sekadar konsep ‘kalau tidak suka uang dikembalikan.” Risk reversal adalah bukti nyata atas janji-janji kita. Tidak adil, jika kita sebagai penjual ‘tidak berani menggaransi’ produk atau jasa kita. It doesn’t make sense! Risk reversal  juga bentuk comittment of excellence, yang menjadi salah satu kunci sukses bisnis.

sales motivations

Jumat, 02 Maret 2012

Buktikan, Jangan Cuma Ngomong

“Kami memberikan bukti bukan janji.”

Banyak penjual yang terlalu memikirkan cara berbicara kepada prospek sehingga muncul stigma penjual yang sukses adalah penjual yang banyak berbicara. Anggapan itu tidak sepenuhnya benar karena bukti itu jauh lebih penting, kata-kata hanya menjadi bingkainya. Sebuah bingkai tidak bisa kebesaran atau kekecilan demikian juga perkataan tidak boleh melebih-lebihkan atau mengurangi fakta.

Bagaimana jika sekarang kita alihkan fokus dan konsentrasi kita kepada bukti atau prestasi bukan semata-mata kata-kata dan janji. Apakah hal ini akan berdampak pada pendekatan penjualan kita?

Caranya adalah dengan menunjukkan kepada prospek upaya yang telah kita lakukan untuk memenuhi kebutuhannya. Apa-apa yang sudah kita lakukan agar prospek kita lebih sehat, lebih sejahtera, lebih aman, lebih terlindungi, lebih kaya dan sebagainya. Bagaimana caranya agar produk dan servis yang kita tawarkan bekerja untuk sebesar-besarnya kepentingan pelanggan? Tunjukkanlah bukan hanya berkata-kata.

Contoh pendekatan yang menunjukkan bukti adalah iklan jamu Sido Muncul. Iklan itu seakan ingin menunjukkan bahwa jamu Sido Muncul diproses secara mutakhir dan higienis. Ditunjukkan mesing-mesin canggih pembuat jamu, para tenaga ahli yang berpakaian putih, dan suasana pabrik yang bersih dan rapi.

Melalui iklan tersebut seakan Sido Muncul ingin mengatakan kepada pelanggan: Lihatlah apa yang sudah kami (Sido Muncul) lakukan bagi Anda (pelanggan). Segala macam standar telah diterapkan guna menjamin produk yang ada di tangan Anda aman dan bermanfaat.”

Melakukan pendekatan penjualan berbasis bukti dirasakan penting manakala penjual sadar bahwa closing bukanlah akhir hubungan penjual-pelanggan, melainkan hanyalah permulaan.  Setelah closing inilah, pembeli bisa melihat apakah kata-kata penjual benar ataukah hanya tipu daya belaka. Oleh karenanya, penjual yang sukses biasanya mampu mengelola kata-kata karena dia sadar bahwa setiap kata yang keluar dari mulutnya akan mempengaruhi ekspektasi pelanggan. Setiap akan mengatakan sesuatu ia akan berpikir, apakah dari segi hantaran (delivery) dan operasi perusahaan (operation) bisa menjalaninya ataukah tidak.

Dalam pendekatan penjualan terbaru, delivery dan operation dianggap menjadi bagian yang integral dalam sales activity. Karena betapapun dahsyatnya janji dan positioning, tetapi jika ternyata kedodoran pada saat delivery, maka semuanya akan musnah—semua janji hanya menjadi janji-janji gombal semata. Tetapi sebaliknya, walaupun janjinya biasa-biasa saja, namun jika delivery-nya melebihi apa yang diharapkan, maka dapat dipastikan kita mendapatkan penjualan yang berkelanjutan—baik repeated sales, ataupun advokasi dan word of mouth yang baik.

Sales Motivations

Kamis, 01 Maret 2012

Takut Ditolak & Takut Tidak Dicintai Itu Milik Manusia

Struktur otak primitif manusia secara genetik dirancang untuk survival. Dan untuk bisa survive, manusia harus mencintai sesamanya. Mencintai dan dicintai.

Meskipun demikian, ada dua ketakutan yang otomatis tercangkok pada sistem manusia yakni  takut tidak dicintai dan takut tidak cukup (fear of not being loved dan fear of not enough). Keduanya ada untuk menjaga kelangsungan hidup manusia.



Ketika mengalami penolakan, otomatis dua ketakukan yang paling primitif ini tersentuh. Penolakan kemudian diartikan sebagai reaksi sikap tidak dicintai. Penolakan juga dimaknai sebagai reaksi yang mengancam kelangsungan hidup. Jika seseorang tidak mampu lagi menahan penolakan, dan secara emosi dia pun lemah, dia bisa terdorong untuk mengakhiri hidupnya.
 
Pada orang yang bermental lemah, ketakutannya terhadap penolakan melebihi ketakutannya terhadap kematian. Makanya, pekerjaan menjual merupakan pekerjaan yang berat karena dekat dengan penolakan. Hanya orang-orang yang bermental baja dan tidak takut ditolak yang cocok menyandang predikat penjual.

Meskipun demikian, perasaaan takut ditolak sangat manusiawi. Sampai sekarang pun salesman yang puluhan tahun menjadi penjual,  kadang masih merasakannya. Oleh karena itu, pokok masalahnya bukan terletak pada upaya menghilangkan ketakutan tadi, melainkan upaya meminimalisir sampai pada level yang bisa diterima.

Bagaimanapun untuk mencapai kesuksesan, ketakutan tetap dibutuhkan guna memacu andrenalin. “Not to fight the fear, but to dance with them,” kata Anthony Robbins.

sales motivations